Halaman

22 Mar 2014

Salah Nge-Date Part 1

Malam Mingguan tadi sebenarnya berpotensi sangat indah. Saya ngedate sama Dian. Sori typo! Maksudnya saya nge-chat bareng Dian, hahaha…! Itulah, kalau D sama C letaknya berdekatan, jadi typo, kan? Wkwkwk…!

Yaah, walaupun cuma chatting, saya gembira kok. Setidaknya itu menunjukkan bahwa Dian tidak sedang bersama cowok lain, wkwkwk…! Abang gitu orangnya, Dek. Asal Adek tidak sama yg lain, Abang sih, yes! Ga tau sih, kalau Adek…! Tapi kencan online saya jadi kacau, begitu diapelin seorang tamu. Eks, teman semasa masih bekerja di sana tuh? Apa tuh, namanya perusahaan dekat rumah Dian? Lupa saya… (: Saya ingatnya cuma Rumah Dian doank, sih!

Sebagai tuan rumah yang baik, dia saya sambut dan layani dengan baik pula. Menit-menit awal semua keadaan sangat oke. Apalagi dia juga datang dengan membawa gorengan, wkwkwk…! Gorengan itu sungguh menghasut, sampai-sampai saya lupa membalas inbox terakhir dari Dian (: Tapi seperti yang biasa saya katakan, hati-hati dengan kegembiraanmu. Ada bahaya yang mengancam dibalik kegembiraan yang serupa itu. Gorengan itu ternyata bermaksud untuk melunakkan hati saya.

”Bang, aku mau ngembalikan buku. Tapi yang satu hilang”, kata gorengannya

“HAAAAAHHHHHH….!”

Apa daya, gorengan sudah tertelan. Tentu saja saya syok. Kalau bicara soal buku ini bukan soal harga, tapi nilai. Harga bisa dirupiahkan, tapi nilai belum tentu. Saking tak ternilainya harga sebuah buku, seorang Gus Dur saja pernah berkata,

“Hanya orang bodoh saja yang bersedia meminjamkan bukunya. Tapi lebih bodoh lagi orang yang mengembalikannya”, kurang lebih begitulah katanya.

Bagi seorang kolektor buku seperti saya, sensasinya memiliki buku itu sungguh terasa beda. Sungguh banyak yang belum saya baca, tapi memilikinya saja saya sudah merasa seperti seorang yang kaya raya. Tapi karena saya tidak beneran kaya dan cuma sedang merasa saja, tentu lain reaksi saya jika ada yang berminat meminjamnya. Biasanya jika pun saya pinjamkan, itu lebih karena saya ingin pamer, bahwa saya punya buku yang bagus.

Pernah saya beli buku yang sama sampai 3X lho. Suatu kali saya pernah pulang kampung. Satu hari sebelumnya, saya mampir dan beli 3 buah buku, waktu itu Lotus di Penuin Nagoya masih ada. Sampai di kampung adik saya minta, terpaksa saya relakan, lebih tepatnya saya pasrahkan. Sampai di Batam, beli lagi 2 sebab yang satunya sudah habis, laku terjual semua tanpa sisa. Saya masih bisa ikhlaskan, sebab adik di kampung sudah saya wanti-wanti agar buku tersebut dirawat dengan baik. Yang 2, eee dipinjam lagi sama teman. Dan belum dikembalikan sampai sekarang. Satu lagi masih bisa saya beli online, meski lebih mahal. Sedang yang satunya lagi sudah out of stock. Sungguh, itu mematahkan hati saya.

Saya punya 2 orang teman lagi yang sama-sama kolektor buku. Malah kami pernah bercita-cita untuk membuat perpustakaan bersama. Kebetulan sekali, aneka buku koleksi kami beda-beda pula. Teman yang satu suka novel, apa saja, terutama novel terjemahan. Kalau mau buku-buku seperti Trio Detektif atau Lima Sekawan, atau yang lokal seperti Lupus dan Olga cobalah merayunya, meski saya yakin tak bakalan tembus, hahaha…! Yang satunya lagi tergila-gila dengan buku motivasi dan pengembangan diri, maklum sales, hehehe…!

Kepanjangan nih, nanti sambung lagi ya!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

4 Hal Penting Dalam Menulis

Saya beberapa kali dipercaya menjadi juri event menulis. Untuk naskah normal terbaik, nilai maksimal yang saya berikan adalah 8. Tapi bukan ...