Malam Mingguan tadi
sebenarnya berpotensi sangat indah. Saya ngedate sama Dian. Sori typo!
Maksudnya saya nge-chat bareng Dian, hahaha…! Itulah, kalau D sama C letaknya
berdekatan, jadi typo, kan? Wkwkwk…!
Yaah, walaupun cuma
chatting, saya gembira kok. Setidaknya itu menunjukkan bahwa Dian tidak sedang
bersama cowok lain, wkwkwk…! Abang gitu orangnya, Dek. Asal Adek tidak sama yg
lain, Abang sih, yes! Ga tau sih, kalau Adek…! Tapi kencan online saya jadi
kacau, begitu diapelin seorang tamu. Eks, teman semasa masih bekerja di sana
tuh? Apa tuh, namanya perusahaan dekat rumah Dian? Lupa saya… (: Saya ingatnya
cuma Rumah Dian doank, sih!
Sebagai tuan rumah yang
baik, dia saya sambut dan layani dengan baik pula. Menit-menit awal semua
keadaan sangat oke. Apalagi dia juga datang dengan membawa gorengan, wkwkwk…!
Gorengan itu sungguh menghasut, sampai-sampai saya lupa membalas inbox terakhir
dari Dian (: Tapi seperti yang biasa saya katakan, hati-hati dengan
kegembiraanmu. Ada bahaya yang mengancam dibalik kegembiraan yang serupa itu.
Gorengan itu ternyata bermaksud untuk melunakkan hati saya.
”Bang, aku mau ngembalikan buku. Tapi yang satu hilang”, kata gorengannya
“HAAAAAHHHHHH….!”
Apa daya, gorengan sudah
tertelan. Tentu saja saya syok. Kalau bicara soal buku ini bukan soal harga,
tapi nilai. Harga bisa dirupiahkan, tapi nilai belum tentu. Saking tak
ternilainya harga sebuah buku, seorang Gus Dur saja pernah berkata,
“Hanya orang bodoh saja yang
bersedia meminjamkan bukunya. Tapi lebih bodoh lagi orang yang
mengembalikannya”, kurang lebih begitulah katanya.
Bagi seorang kolektor buku
seperti saya, sensasinya memiliki buku itu sungguh terasa beda. Sungguh banyak
yang belum saya baca, tapi memilikinya saja saya sudah merasa seperti seorang
yang kaya raya. Tapi karena saya tidak beneran kaya dan cuma sedang merasa
saja, tentu lain reaksi saya jika ada yang berminat meminjamnya. Biasanya jika
pun saya pinjamkan, itu lebih karena saya ingin pamer, bahwa saya punya buku
yang bagus.
Pernah saya beli buku yang
sama sampai 3X lho. Suatu kali saya pernah pulang kampung. Satu hari
sebelumnya, saya mampir dan beli 3 buah buku, waktu itu Lotus di Penuin Nagoya
masih ada. Sampai di kampung adik saya minta, terpaksa saya relakan, lebih
tepatnya saya pasrahkan. Sampai di Batam, beli lagi 2 sebab yang satunya sudah
habis, laku terjual semua tanpa sisa. Saya masih bisa ikhlaskan, sebab adik di
kampung sudah saya wanti-wanti agar buku tersebut dirawat dengan baik. Yang 2,
eee dipinjam lagi sama teman. Dan belum dikembalikan sampai sekarang. Satu lagi
masih bisa saya beli online, meski lebih mahal. Sedang yang satunya lagi sudah
out of stock. Sungguh, itu mematahkan hati saya.
Saya punya 2 orang teman
lagi yang sama-sama kolektor buku. Malah kami pernah bercita-cita untuk membuat
perpustakaan bersama. Kebetulan sekali, aneka buku koleksi kami beda-beda pula.
Teman yang satu suka novel, apa saja, terutama novel terjemahan. Kalau mau
buku-buku seperti Trio Detektif atau Lima Sekawan, atau yang lokal seperti
Lupus dan Olga cobalah merayunya, meski saya yakin tak bakalan tembus, hahaha…!
Yang satunya lagi tergila-gila dengan buku motivasi dan pengembangan diri,
maklum sales, hehehe…!
Kepanjangan nih, nanti
sambung lagi ya!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar