Sekarang saya sendiri mulai menyadari betapa saat itu mereka
benar-benar tulus berdoa. Jaman saya dulu semuanya masih enak. Tak perlu kerja
apa-apa untuk mendapatkan yang dipinta. Dengan merengek, menawarkan tangis iba,
semua keinginan pun jadi kenyataan. Jaman sekarang, situasi yang dulu mereka
hadapi mulai saya rasakan. Meski belum menikah, apalagi punya anak yang itu
semua tergantung kepada Dian mau atau tidak, wkwkwk…! *kumat, saya juga ikut
merasakan betapa bahkan bersiul-pun di tanggal tua masih terdengar falesnya,
hahaha…!
Saat kecil itulah mereka berharap banyak pada kita, generasi
penerus ini untuk bisa memperbaiki kehidupan bangsa ini. Pasti tak melulu
kebanggaan yang mereka rasakan jika saya benar-benar jadi Presiden kelak. Sebab
jadi Presiden pun tak bakal luput dari hujatan rakyatnya. Betapa banyak rejim
roboh karena kemarahan rakyatnya. Saya yakin mereka takkan bangga sama sekali
jika saya dikudeta oleh rakyat saya. Kebanggaan hanya bisa mereka dapatkan jika
saya bisa memperbaiki kualitas hidup rakyat saya.
Sekarang saya memang belum jadi apa-apa. Jangankan untuk
jadi Presiden, untuk jadi pacar Dian saja saya belum mampu, hahahak…! Walau
begitu, cita-cita untuk jadi berguna bagi nusa dan bangsa tetap saya
perjuangkan.
Emang bisa, rakyat kecil seperti kita bisa berbuat sesuatu
untuk Negara?
Kenapa tidak? Menjadi berguna untuk nusa dan bangsa itu
sejatinya bukanlah cita-cita. Kita semua diwajibkan untuk itu. Jadilah yang
berguna untuk bangsa. Minimal berbuatlah sesuatu sesuai kapasitasmu. Saya bisa
menulis, maka saya tulis pemikiran-pemikiran saya untuk bangsa. Apa saja ide
demi kemajuan dan perubahan bangsa akan saya tulis. Misalnya soal pilihan untuk
Golput pada Pemilu.
Golput mengabarkan tingkat kepercayaan rakyat terhadap
pemimpinnya pada semua orang, termasuk bangsa lain. Apa jadinya jika Negara
lain melihat bahwa pemimpin Indonesia
tidak dipercayai oleh rakyatnya sendiri. Dengan itulah mereka membaca peluang.
Bagi Negara ‘sahabat’, bisa jadi mereka urungkan niat berinvestasi, sebab sudah
pasti urusan birokrasinya di Indonesia ruwet, sehingga rakyat tidak percaya
kepada pemimpinnya sendiri. Tapi lebih berbahaya lagi bagi Negara yang memang
punya maksud jahat. Apa saja akan mereka lakukan demi bisa menguasai Indonesia ,
sebab pemimpinnya sudah pasti penjahat pula. Pemimpin jahat bertemu pemimpin
jahat akan menghasilkan kejahatan dan konspirasi besar. Indonesia akan
hancur, sebab kolusi antara para pemimpin jahat ini sangat berpotensi untuk
membangkrutkan Negara.
Selain itu, jatah suara dari para golongan (yang mengaku)
putih ini akan dimanfaatkan oleh para siluman mafia suara, demi kepentingan
kelompok dan partainya. Ini berarti, para golput lah yang menyebabkan
terjadinya kecurangan-kecurangan pada Pemilu. Jatah suara untuk golput inilah
yang akan mendongkrak perolehan suara para pemimpin curang. Imajinasikan lagi,
bagaimana jadinya bila suatu Negara dipimpin oleh pemimpin curang? Lebih
jauhnya lagi, ketimbang bermanfaat bagi Negara, para Golput lah justru yang
memberi mudhorat buat bangsa. Ingat lagi, apa cita-cita kita saat kecil? Ingat
apa doa orangtua, keluarga, kerabat dan sanak famili saat kita kecil dulu?
Apakah dengan menjadi golput kita sudah menjadi orang yang berguna bagi Nusa
dan Bangsa?
Terakhir, dengan menggunakan hak suara berarti kita juga
sudah beroleh hak untuk bersuara. Hanya yang memilih yang boleh mengkritik.
Cuma yang gatal yang boleh menggaruk. Jika pilihan kita kalah, maka terhadap
yang terpilih kita boleh mengkritisi kebijakannya. Jika pilihan kita menang,
kita juga berhak untuk mengawal dan mengawasi kepemimpinannya. Dengan itulah
kita jadi manusia, anak yang berguna bagi Nusa dan Bangsa.
MERDEKA….!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar