Halaman

2 Mar 2014

Andai Saya Gagal Jadi Presiden

Jika kita ingat cita-cita kita saat kecil, sungguh mulia yaa…! Dengan polos dan lugu kita bisa berkata ingin jadi dokter, pilot dan bahkan tak sedikit yang PeDe ingin jadi Presiden. Intinya kita semua ingin menjadi orang yang berguna, bagi orang lain, yaa… bagi bangsa dan Negara tercinta ini. Ini juga sejalan dengan doa dari keluarga, khususnya orangtua yang diamini oleh karib kerabat kita, jadi orang yang berguna bagi agama, nusa dan bangsa. Jadi kebanggaan orangtua. Saya pun dulu begitu juga. Setiap ditanya guru, tetangga atau sanak famili lainnya saya juga bilang bahwa saya ingin jadi Presiden. Senyum mereka saat mendengar jawaban itu pastilah bukan senyum basa-basi. Itulah jenis senyum pertanda mereka tulus mendoakan dan mengaminkan cita-cita mulia kita.

Sekarang saya sendiri mulai menyadari betapa saat itu mereka benar-benar tulus berdoa. Jaman saya dulu semuanya masih enak. Tak perlu kerja apa-apa untuk mendapatkan yang dipinta. Dengan merengek, menawarkan tangis iba, semua keinginan pun jadi kenyataan. Jaman sekarang, situasi yang dulu mereka hadapi mulai saya rasakan. Meski belum menikah, apalagi punya anak yang itu semua tergantung kepada Dian mau atau tidak, wkwkwk…! *kumat, saya juga ikut merasakan betapa bahkan bersiul-pun di tanggal tua masih terdengar falesnya, hahaha…!

Saat kecil itulah mereka berharap banyak pada kita, generasi penerus ini untuk bisa memperbaiki kehidupan bangsa ini. Pasti tak melulu kebanggaan yang mereka rasakan jika saya benar-benar jadi Presiden kelak. Sebab jadi Presiden pun tak bakal luput dari hujatan rakyatnya. Betapa banyak rejim roboh karena kemarahan rakyatnya. Saya yakin mereka takkan bangga sama sekali jika saya dikudeta oleh rakyat saya. Kebanggaan hanya bisa mereka dapatkan jika saya bisa memperbaiki kualitas hidup rakyat saya.

Sekarang saya memang belum jadi apa-apa. Jangankan untuk jadi Presiden, untuk jadi pacar Dian saja saya belum mampu, hahahak…! Walau begitu, cita-cita untuk jadi berguna bagi nusa dan bangsa tetap saya perjuangkan.

Emang bisa, rakyat kecil seperti kita bisa berbuat sesuatu untuk Negara?

Kenapa tidak? Menjadi berguna untuk nusa dan bangsa itu sejatinya bukanlah cita-cita. Kita semua diwajibkan untuk itu. Jadilah yang berguna untuk bangsa. Minimal berbuatlah sesuatu sesuai kapasitasmu. Saya bisa menulis, maka saya tulis pemikiran-pemikiran saya untuk bangsa. Apa saja ide demi kemajuan dan perubahan bangsa akan saya tulis. Misalnya soal pilihan untuk Golput pada Pemilu.

Golput mengabarkan tingkat kepercayaan rakyat terhadap pemimpinnya pada semua orang, termasuk bangsa lain. Apa jadinya jika Negara lain melihat bahwa pemimpin Indonesia tidak dipercayai oleh rakyatnya sendiri. Dengan itulah mereka membaca peluang. Bagi Negara ‘sahabat’, bisa jadi mereka urungkan niat berinvestasi, sebab sudah pasti urusan birokrasinya di Indonesia ruwet, sehingga rakyat tidak percaya kepada pemimpinnya sendiri. Tapi lebih berbahaya lagi bagi Negara yang memang punya maksud jahat. Apa saja akan mereka lakukan demi bisa menguasai Indonesia, sebab pemimpinnya sudah pasti penjahat pula. Pemimpin jahat bertemu pemimpin jahat akan menghasilkan kejahatan dan konspirasi besar. Indonesia akan hancur, sebab kolusi antara para pemimpin jahat ini sangat berpotensi untuk membangkrutkan Negara.

Selain itu, jatah suara dari para golongan (yang mengaku) putih ini akan dimanfaatkan oleh para siluman mafia suara, demi kepentingan kelompok dan partainya. Ini berarti, para golput lah yang menyebabkan terjadinya kecurangan-kecurangan pada Pemilu. Jatah suara untuk golput inilah yang akan mendongkrak perolehan suara para pemimpin curang. Imajinasikan lagi, bagaimana jadinya bila suatu Negara dipimpin oleh pemimpin curang? Lebih jauhnya lagi, ketimbang bermanfaat bagi Negara, para Golput lah justru yang memberi mudhorat buat bangsa. Ingat lagi, apa cita-cita kita saat kecil? Ingat apa doa orangtua, keluarga, kerabat dan sanak famili saat kita kecil dulu? Apakah dengan menjadi golput kita sudah menjadi orang yang berguna bagi Nusa dan Bangsa?

Terakhir, dengan menggunakan hak suara berarti kita juga sudah beroleh hak untuk bersuara. Hanya yang memilih yang boleh mengkritik. Cuma yang gatal yang boleh menggaruk. Jika pilihan kita kalah, maka terhadap yang terpilih kita boleh mengkritisi kebijakannya. Jika pilihan kita menang, kita juga berhak untuk mengawal dan mengawasi kepemimpinannya. Dengan itulah kita jadi manusia, anak yang berguna bagi Nusa dan Bangsa.

MERDEKA….!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

4 Hal Penting Dalam Menulis

Saya beberapa kali dipercaya menjadi juri event menulis. Untuk naskah normal terbaik, nilai maksimal yang saya berikan adalah 8. Tapi bukan ...