Sambungan yang kemaren…
Saya, kami dan semua yang melakukan operasi buru durian
tersebut adalah juga korban dari operasi itu juga. Rata-rata pelakunya juga
punya pohon durian sendiri. Alasan kenapa kami suka melakukannya sudah saya
beberkan di post sebelumnya. Saya sebut ini budaya karena memang hampir semua
suka melakukannya. Dan, meski ada yang tertangkap basah, toh belum pernah ada
yang sampai berurusan dengan polisi, apalagi sampai ke pengadilan dan penjara. Sebab,
itulah, karena pelaku dan korban sama-sama saling memaklumi satu sama lainnya.
Begitu terdengat bunyi durian si Anu berdebum, si Benu langsung berlarian
memburunya, meski dia juga punya pohon durian sendiri. Dan juga sedang
sexy-sexy-nya, wkwkwkw…!
Tapi bagaimana dengan Tuhan? Allah itu Maha Baik, hanya
menerima yang baik-baik? Bagaimanapun, perbuatan begini namanya tetap saja
mencuri, kan ?
Bisa saja Allah meridhoinya, ketika yang punya durian memang mengikhlaskannya.
Masalahnya, apakah yang punya durian benar-benar ikhlas? Ini yang perlu kita
telisik lebih jauh lagi.
Kemungkinan mereka saling ikhlas bisa saja terjadi, sebab
yang jadi korban kadang juga jadi pelakunya. Nah bagaimana dengan saya
misalnya? Saya kan
tak punya pohon durian sendiri? Kalaupun punya misalnya, itupun lebih tepatnya
kepunyaan orangtua saya. Apakah orang-orang yang duriannya saya ambil itu
ikhlas terhadap perbuatan saya. Kalaupun akhirnya mereka merelakannya, itupun
barangkali karena terpaksa. Dan siapa saja yang mengalami pemaksaan, dia adalah
termasuk kepada golongan orang-orang yang teraniaya. Jangan pernah anggap remeh
golongan seperti itu. Itulah orang-orang yang doanya paling makbul, Allah SWT
sendiri yang menggaransi begitu.
Tapi kan
semua saling merelakan?
Karib kerabat diundang. Perzinahan begini mesti mendapat
restu dari seluruh keluarga besar, kerabat dekat dan teman sejawat. Jujur saja,
menurut saya, mendatangi resepsi beginian secara tidak langsung berarti kita
telah merestui perzinahan dan bahkan memberi selamat kepada para pelakunya. Padahal Allah tegas sekali berfirman, "Laa takrobuzzina". Janganlah kamu mendekati zina! Ehh...kita malah merestui dan melegalkannya. Ini
jelas lebih berbahaya ketimbang sekadar memberi ucapan Natal bagi pemeluk agama Nasrani yang mesti
bagaimanapun bisa kita beri alasan kemanusiaan. Bahwa kita hidup berdampingan
secara damai. Rasulullah dan para sahabat juga bertetangga dengan orang-orang
Yahudi, dan bahkan membela mereka jika mendapat perlakuan yang tidak adil dari
umat Islam yang lainnya. Lalu apakah dengan begitu Rasulullah lebih membela Yahudi
ketimbang Islam? Tidak bukan…?
Balik lagi ke soal rela sama rela tadi. Upacara resepsi
melegalkan perzinahan itu bukan satu-satunya yang berbahaya. Masih banyak
tindakan rela sama rela yang tidak akan mendapatkan keridhaan dari Allah. Pasangan
artis pemain film atau sinetron melakukan adegan HOT juga melakukannya atas
dasar sama-sama rela, (dan uang…?). Apakah Allah SWT meridhoinya?
Tapi itu kan
tuntutan profesi? Sama halnya seperti Dokter menelanjangi (wkwkwk…!, cemana ya,
nulisnya secara lebih lembut?) pasien lawan jenisnya?
Tapi bagaimana dengan perampok? Mereka melukai, menyiksa dan
bila perlu membunuh korbannya? Itu kan
juga karena tuntutan profesi? Mungkinkah Allah memakluminya?
*Selamat Siang…!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar