Bisa dibilang gagal. Kehadiran
mereka berdua malah makin mengingatkan saya tentang Dian, sebab mereka berasal
dari sekolah yang sama, walau beda tingkat. Mereka memang meladeni bualan saya.
Tapi itu pasti karena mereka berdua, sedang saya sendiri. Lagipula, seperti
layaknya Dian, komunikasi kami paling saat pulang, istirahat atau pagi-pagi
sebelum bel masuk berbunyi. Saya bekerja di lantai 2, sedang mereka di lantai
3. Tapi yang pasti mereka jelas bukan tipe yang bisa saya harapkan. Agama kita
saja beda, kok (:
Selesai mereka berdua,
datang lagi 2 orang. Kali ini jauh, dari Padang .
Pasti cantik, donk! Padang ,
wkwkwk…! Masalahnya, cantik itu belum tentu menarik. Emosi yang ditimbulkan
keduanya juga beda. Terhadap yang cantik, biasanya kita tertarik karena nafsu
belaka. Tapi terhadap yang menarik, kita
biasanya tertarik karena memang ada rasa suka. Nah, di situlah lebihnya Dian
saya, wkwkwk…!
Btw hasilnya bagaimana? Saya
gagal total. Jangankan untuk menggombal, yang seorang malah langsung kabur,
berteriak histeris jika melihat saya. Seorang teman yang mengaku pernah
dijadikan tempat curhat pernah menceritakan betapa saya begitu horror
dihadapannya. Jleeb, walakaka ee ee (:
Terhadap mereka, khususnya
yang satu itu saya sungguh merasa bersalah. Sempat saya cari Facebooknya dan ketemu.
3x saya kirim permintaan maaf karena telah menjadi terror buatnya, belum
(tidak) direspon sampai sekarang. Hiiks…!
Berikutnya, 2 orang lagi datang.
Kali ini dari Batam saja. Cantik? Enggak juga. Yang satu hitam tapi manis. Yang
satunya lagi putih tapi seram, hahaha…! Kali ini hasilnya cukup memuaskan.
Meski cuma seorang yang bersedia meladeni ocehan saya, itu lumayan bisa mengisi
kekosongan hari-hari semenjak ditinggal Dian. Saya malah sukses memberinya si
Hitam tapi manis sebuah nama panggilan kesayangan: Kukum, wkwkwk…! Kata si
Putih tapi seram, “nama itu sukses sebagai bahan ledekan di sekolah”, katanya.
Cukup sukses dan interaktif, sebab kami memang bekerja di departemen yang sama,
yang memungkinkan kami bisa bercengkrama kapan saja. Tapi, tetap saja, Dian
masih Miss PKL saya, hahaha…!
Nah, yang terakhir yang
paling ajaib. Seorang saja, tapi juga bekerja di departemen yang sama. Namanya
Tika. Seperti biasa saya juga punya nama kesayangan buatnya: Yayang Tika,
hahaha…! Yang jadi masalah adalah saat suatu kali dia pernah bertanya,
“Bapak kan ,
(Busyet…saya dipanggil Bapak) yang dulu tinggal di SMK itu, kan ?”, katanya.
“Lho, kok tau?”
“Saya Tika, Pak! Anaknya Pak
Hamdani. Yang dulu masih kecil-kecil itu!”, jelasnya.
Masya Allah! Ilfeel saya.
Memang waktu itu umurnya baru sekitar 4 atau 5 tahun. Ternyata dia adalah anak
guru saya, wuuuuuuaaaaa…. ):
*Tamat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar