Pada dasarnya manusia normal pastilah orang baik, setidaknya
punya niat untuk berbuat baik. Begitulah pula dengan saya dan kamu tentunya.
Penjahat paling kejam pun rasanya tak keberatan jika dimintai tolong untuk
menunjukkan sebuah alamat misalnya. Malah terkadang saking nafsunya, bantuan
yang kita berikan tak jarang malah jadi merepotkan orang yang kita Bantu.
“Mas, Blok M no. 87 di mana ya?”, Tanya seseorang.
Sebenarnya ingin sekali saya bisa menunjukkan alamat yang
dimaksud. Persoalannya saya sendiri kurang mengerti alamat yang dimaksud.
“Waduuh, saya sih kurang tau, Mas! Cuma kalau ga salah,
arahnya ke sana ,
deh. Setelah Rumah beratap biru itu, Mas belok kanan, lurus dan bla…bla…bla…!”
“Oow, arah situ ya?”
“Iya, Mas! Cuma saya memang kurang tau juga sih. Tapi
kayaknya emang ke situ, deh. Coba aja Mas jalan ke sana !”
“Setelah Rumah atap biru belok kanan, kemudian lurus dan
bla…bla…bla…, begitu ya?”
“Iya, Mas! Coba aja jalan ke situ dulu. Nah, nanti di ujung ada
pangkalan ojek. Tanya aja sama orang-orang di situ. Saya memang kurang yakin
sih, tapi kayaknya memang di situ deh!”
Begitulah sisi kemanusiaan kita. Padahal ada yang kita lupa
bahwa soal kebaikan yang penting itu niatnya. Itulah hebatnya kebaikan, karena
dia sungguh mudah belaka. Yang penting berniat berbuak baik, begitu saja. Batal
berbuat baik juga ‘tak mengapa’ sebab pahala niatnya sendiri tak gugur begitu
saja.
Apa gunanya berniat baik, tapi justru berakibat buruk? Misalnya
berakibat yang bertanya tadi jadi kesasar. Bisa jadi dia sedang ada kepentingan
besar bertemu rekan bisnis misalnya. Keterlambatannya gegara mengikuti arahan
keliru kita tak mustahil menggagalkan peluang bisnisnya, bukan? Atau bisa juga
dia adalah seorang dokter atau petugas medis dengan urusan yang menyangkut soal
nyawa manusia?
Bagaimana mungkin kita berusaha meyakinkan seseorang jika kita
sendiri tidak yakin? Membuat yakin seseorang saja bahkan bukan soal yang
sederhana. Pembicara hebat seperti Mario Teguh saja banyak dicibir soal
kata-kata yang keluar dari mulutnya. Itulah maka ada jargon yang tercipta bahwa
‘Hidup tak semudah bacot Mario Teguh’, hahaha…! Padahal Mario Teguh itu adalah
motivator ulung yang setiap kalimatnya terdengar begitu teduh dan meyakinkan. Apalagi
jika orang yang berusaha membuat jadi yakin itu sendiri justru tidak yakin pada
dirinya sendiri. Ini sungguh tidak logis.
Nabi pernah bersabda bahwa ‘jika ragu, tinggalkan’! Itu
sabda Nabi lho, bukan sabda Raul, hehehe…! Menolak mengikuti sabda Nabi berarti
ingkar sunnah. Ingkar sunnah berarti bukan pengikut Muhammad SAW. Padahal
menjadi pengikutnya saja belum mendapat jaminan akan syafaat darinya di hari
kemudian kelak. Apalagi menolak jadi pengikutnya. Ihhh, horror…!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar