Posting Ke-23
Saking ikhlasnya beramal baik khususnya terhadap sesama,
saya malah sering memamerkannya. Cerita bahwa saya sering begini, bahwa si anu
itu saya yang bantu. Ikhlas apaan macam begitu, ya….? Hahaha…!
Eits, jangan kesusu menilai bahwa saya suka pamer ibadah
atau riya. Ilmu ikhlas tertinggi adalah ketika dalam beramal kita sama sekali
tak berharap pamrih apapun, termasuk imbalan pahala dari Allah. Tak peduli
iming-iming pahala dari Allah, saya senang sudah bisa membantu seseorang. Saya
pun puas dan bersyukur jika apapun yang saya lakukan bisa jadi suatu yang
berguna. Ikhlas versi saya, bermanfaat bagi orang lain tanpa pamrih buat diri
sendiri. Biarlah tak mendapat pahala apa-apa, asal bantuan saya ada gunanya.
Tapi itu teori yang keliru, dan banyak malah kelirunya. Pertama:
benarkah bantuan saya itu bermanfaat bagi si penerima? Jangan-jangan bukannya
jadi berkah, malah bisa berakibat musibah baginya? Saya alpa soal yang begini.
Dalam hal meminjamkan uang atau barang misalnya. Belum tentu
pinjaman yang saya berikan itu bermanfaat. Bukan tak mungkin malah sebaliknya,
jadi laknat. Apa jadinya bila si teman alpa dalam membayar hutangnya? Oow,
sungguh luar biasa akibatnya. Hutangnya itulah yang akan menghadangnya di depan
pintu syurga nanti, meski dia mati sebagai seorang syuhada sekalipun
Astagfirullahaladziim…!
Boleh-boleh saja saya mengaku rela soal hutangnya di dunia
sekarang ini. Tapi jika ternyata suatu saat dia mendahului saya ke syurga, apa
saya bisa terima begitu saja? Wong saya yang sering membantunya, kok malah lancang
dan tega menyalip saya.
Lalu apa jadinya pula jika pinjaman yang saya berikan
ternyata malah digunakan untuk hal-hal yang dilarang agama misalnya? Dipakai
untuk beli minuman keras atau narkoba misalnya? Bantuan dari saya itulah nanti
yang berandil dalam dosa perbuatannya.
Bantuan buat panti asuhan pun belum tentu jadi berkah buat
saya dan mereka. Apa jadinya jika misalnya beasiswa yang kita sumbangkan
ternyata menghasilkan kelak seorang muda berprestasi yang ketika menjadi suatu
pejabat malah korupsi?
Kekeliruan berikutnya; adalah lewat bantuan itu ternyata
saya malah melecehkan kebesaran Allah Yang Maha Kaya. Apalah artinya seribu
rupiah yang biasa saya berikan kepada tukang parkir, ketimbang yang Allah
berikan terhadapnya. Saya cuma memberinya sekali-sekali. Tapi bertahun-tahun
dia betah jadi tukang parkir siapa yang membuatnya tetap survive?
Saya pamer bahwa saya menerima begitu saja orang asing untuk
menumpang tinggal di tempat saya. Padahal itulah saja yang bisa saya berikan.
Tempat saya sempit, tempat tidur dan selimut tak ada.Kasur bolehlah kita bagi
2. Tapi bantal cuma 1, dan itu saya yang pakai. Soal makan, nah itu urusan
perut masing-masing.Eee, sudah begitu saya pun sudah sok merasa berhak untuk
menyuruh begini begitu. Saya sah kalau mau marah kenapa ini lantai tidak
disapu.
Padahal Allah tak pernah berhitung soal dunianya yang luas
begini ditempati begitu saja oleh manusia. Astagfirullahaladziiim…!
Yaa Allah, masukkanlah hamba kepada golongan orang-orang yang Engkau ridhoi
yaa Allah, aamiin…!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar