Apapun info di profil Facebook, aneka kiriman, postingan status dan sharing artikel saya selalu di-set buat publik. Terkesan sembrono? Sebetulnya tidak juga. Saya cuma tak melihat ada bahaya orang sampai tahu nomor telpon, email, tanggal lahir dan lain sebagainya itu. Sedang aneka postingan memang saya harapkan dibaca dan dilihat oleh sebanyak mungkin pengguna Facebook. Bahwa akun lama saya disuspend, itu sama sekali tak ada hubungannya dengan data-data yang saya set publik tersebut. Siapa saja bisa melaporkan siapa saja kepada Facebook. Dan itulah yang terjadi dengan akun lama saya.
Bila teman-teman punya akun lama yang sudah tak bisa log in entah karena dihack atau sekedar lupa password, sebaiknya akun tersebut 'dibunuh' saja. Bila perlu minta bantuan teman-teman untuk sama-sama melaporkannya ke Facebook agar akun tersebut dibanned saja hingga tak bisa diakses sama sekali. Bukan sekedar digunakan sebagai akun untuk menipu, tapi juga digunakan sebagai alat untuk mengkriminalisasi. Itulah pula yang dialami sekarang oleh orang seperti Mustafa Nahra, Zara Zettira dan yang senasib dengan mereka. Akun lama mereka digunakan untuk memfitnah dan mengkriminalisasi seseorang tanpa mereka sanggup berbuat apa-apa.
Di Twitter saya bebas mengikuti akun mana saja. Makin beragam akun yang saya ikuti, makin beragam pula wawasan dan pengetahuan saya. Tapi berbeda dengan Facebook.
"Siraul Nan Ebat menyukai ini", katanya.
Walau yang saya sukai sebetulnya cuma postingannya, tapi Facebook mengkampanyekan, setidaknya mengesankan bahwa saya menyukai akun atau halamannya. Pun begitu dengan grup Facebook. Bayangkan misalnya, akun sok alim seperti saya tiba-tiba dikampanyekan sebagai anggota perkumpulan sebuah grup mesum. Ini serius dan silahkan malu, banyak kok teman-teman yang terlihat saleh, termasuk teman berjilbab yang saya pergoki tergabung atau menyukai sebuah perkumpulan mesum, hiiii...!
Dulu benar saya tak pernah selektif dalam menyukai atau bergabung di sebuah grup atau komunitas tertentu. Makin banyak forum diskusi yang saya ikuti pasti bagus untuk menambah wawasan dan pengetahuan saya. Maka saya tak pernah pilih-pilih. Tapi itu dulu, bukan beberapa waktu yang lalu.
Saya mulai menyadari bahwa tiba-tiba saja sebuah grup berganti nama menjadi suatu komunitas dengan kepentingan politis. Bagaimana bila grup tersebut terakhir berganti nama misalnya Grup Pecinta Lolly? Hadduh...!
"Si Anu Mengganti Nama Grup Menjadi Grup Pecinta Lolly".
Modus begitu juga yang dipakai pengusaha jual beli fitnah online bernama Saracen. Bahkan semalam saya baca twit berseri akun si Boneka Kayu di Twitter, hasil riset sementara yang dipublishnya, aplikasi MCA (Moeslim Cyber Army) di Playstore sangat mencurigakan. MCA adalah jebakan.
Jebakan. Inilah yang berbahaya. Saya selalu berhati-hati soal ini. Perhatikan, saya sama sekali tak pernah menggunakan hastag dalam setiap postingan. Apalagi hastag berbau politis. Sebab jangankan Google, Facebook saja bisa menampilkan pencarian hastag. Saat heboh Gerakan 7ut44n 5t4tu5 beberapa waktu lalu saya telah sampaikan kecurigaan saya. Itu adalah jebakan, sayangnya banyak yang tak menyadari.
Saat itu kita disuruh copas, bukan share. Tujuannya apa lagi kalau bukan untuk menjebak. Dengan meng-copas, penulis pertama bisa menghilangkan jejak hanya dengan menghapus postingannya. Misinya selesai tanpa ketahuan. Siapa penulis pertama kali takkan lagi bisa diketahui. Sekarang tim intelijen tinggal ketik hastag di pencarian dan mendata seluruh penulis hastag. Yang terlalu militan tinggal ciduk. Siapa saja yang kemaren ikut-ikutan layak untuk khawatir. Konon Tim Cyber Polri telah memiliki data sekitar 800an ribu akun. Dapat dari mana coba? Hahaha...!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar