Halaman

26 Sep 2017

Standar Ganda dan Pemimpin Islam

Nyo :Kau ini aneh. Sering sekali menggunakan standar ganda dalam memandang persoalan yang sama hanya karena dilakukan oleh dua pihak yang berbeda.

Den :Misalnya?

Nyo :Kau tak mempersoalkan penyelenggaraan Miss World atau ajang-ajang kontes kecantikan serupa lainnya. Tapi di sisi lain kau nyinyir sekali terhadap pihak yang membuat acara Putri Muslimah, Putri Hijab dan sejenisnya.

Den :Miss World, Putri Indonesia dan lainnya itu bukan ajangnya orang muslim, dan saya sebagai orang Islam tak perlu turut campur. Itu urusan mereka. Bahwa ada peserta dan penontonnya orang Islam, itu soal lain. Mereka itulah yang perlu dinasehati, bukan penyeleggaranya. Sebaliknya, ajang Putri Muslimah, Putri Hijab dan sejenisnya itu jelas ditujukan buat orang Islam. Pesertanya dan pasti penontonnya tentu juga orang Islam. Padahal yang mengadakan acara bukan orang Islam. Apa hak mereka buat acara-acara pakai bawa-bawa nama Islam begitu? Apa urusan mereka dengan orang Islam? Masa bodoh dengan apa yang mereka perbuat dengan agamanya masing-masing. Tapi urusan saya jika acara yang mereka buat bawa-bawa agama saya.

Nyo :Setidaknya mereka ada niat membuat acara yang lebih baik.

Den :Lebih baik? Maksudnya?

Nyo :Dalam pandangan Islam, tentu saja Putri Muslimah lebih baik ketimbang Putri Indonesia, kan?

Den :Siapa bilang? Saya orang Islam, dan saya lebih tertarik nonton acara Putri Indonesia ketimbang Putri Muslimah. Logikanya, kalau Putri Muslimah lebih baik, kenapa saya lebih suka Putri Indonesia?

Nyo : ???

Den :Kau kenapa? Kok bingung?

Nyo :Tentu saja aku bingung. Logika kau aneh.

Den :Aneh bagaimana?

Nyo :Yaa...itu tadi. Kau bilang ajang Putri Indonesia lebih baik daripada Putri Muslimah. Padahal sebagai orang Islam mestinya kau berpandangan yang sebaliknya?

Den :Kan sudah kubilang tadi? Yang salah adalah soal anggapanmu bahwa dalam pandangan Islam Putri Muslimah lebih baik ketimbang Putri Indonesia. Itu salah. Untuk ibadah sholat saja wanita lebih dianjurkan di rumah masing-masing kok, ketimbang berjamaah di mesjid? Jadi lebih baik menurut pandangan Islam bagaimana yang kau maksud?

Nyo :Ahh, pusing aku!

Den :Udaaah, urus aja agama dan umat masing-masing! Tak usah ikut campur urusan agama orang lain.

Nyo :Naaaah, itu! Puasa adalah urusan orang Islam. Tapi kenapa orang Islam marah-marah sama pemilik warung, tempat hiburan yang tetap buka dan operasi selama bulan puasa?

Den :Ga juga. Aku ga marah, kok! Mereka jualan dan buka pasti bukan untuk orang yang puasa. Perkara ada orang Islam yang jajan, itu soal lain. Mungkin mereka emang tak puasa. Orang-orang Islam tak puasa seperti itu mestinya yang diceramahi, bukan para pedagangnya.

Nyo :Tapi kan banyak juga pedagang muslim yang tetap berjualan siang hari selama bulan puasa?

Den :Bisa jadi. Tapi yang mereka butuh adalah nasehat, bukan operasi segel warung, apalagi sweeping.

Nyo :Jadi Pemda salah donk, buat aturan jam operasi jualan selama Ramadhan?

Den :Yaa, ga juga! Saya malah suka dan dukung ada Pemda yang berani tegas buat aturan seperti itu.

Nyo :Loh?! Tuh, logika bolak-balik lagi nih?

Den :Begini, bro! Pemimpin punya tanggungjawab moral, tidak saja terhadap rakyat dan warganya yang dipimpinnya, tapi juga terhadap Tuhannya. Ada pemimpin yang berani buat aturan demi kebaikan rakyat dan kemaslahatan umat tentu saja saya dukung 100%. Itulah pemimpin sejati.

Nyo :Walau dengan aturan yang dibuatnya menjadi dholim terhadap sebahagian pihak lain?

Den :Itulah kenapa dalam Islam pemimpin yang adil (dan remaja yang shalih) diprioritaskan duluan masuk surga.

Nyo :Pemimpin yang paling Islami itu setahu saya yaa, Pak Ahok!

Den :Kalau dia Islami, dia mestinya masuk surga brader, bukan masuk penjara, hahahahak...!

Nyo : (diam)

*Kemudian hening.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

4 Hal Penting Dalam Menulis

Saya beberapa kali dipercaya menjadi juri event menulis. Untuk naskah normal terbaik, nilai maksimal yang saya berikan adalah 8. Tapi bukan ...