Produk hukum yang kita pakai masih warisan dari penjajahan kolonial Belanda. Ide untuk membuat KUHP sendiri sudah lama dan tak kunjung terwujud hingga saat ini. Penyebabnya tentu banyak sekali.
Pertama karena kualitas DPR kita sendiri. Tak banyak diantara mereka yang berasal dari kampus hukum. Dan selagi pegawai dan staff tiap anggota masih direkrut dari keluarga dan kerabat sendiri, asa peningkatan kualiatas legislasi kita itu terlalu jauh. Maka tak aneh, dari puluhan RUU yang harus mereka bahas tiap tahun, belasan atau malah cuma 4 atau 5 saja yang kemudian bisa ditetapkan menjadi UU.
Berikutnya seperti kata Pak Mahfud bahwa selalu ada 2 kelompok dengan kepentingan yang berbeda dalam setiap pokok RUU yang sedang dibahas. Kelompok liberal yang selalu mengagung-agungkan HAM, yang selalu berpatokan pada Universal Declaration of Human Right New York 1948. Lainnya lagi kelompok partikular, yang selalu menekankan pada nilai-nilai moral, agama dan budaya kita di Indonesia. Seperti persoalan pasal zina dan LGBT belakangan ini, konon bahkan telah dibahas sejak tahun 1963 di DPR dan tak kunjung beres sampai saat ini.
Berikutnya yang mungkin tidak disadari oleh Bapak2/Ibu2 kita di DPR ini adalah tidak tepatnya semangat dan motivasi yang selama ini kita gunakan. Semangat untuk mengganti KUHP warisan penjajah ini mungkin tidak tepat. Perbaiki narasinya.
Indonesia adalah negara yang berdaulat. Indonesia bebas menerapkan hukum sendiri sesuai dengan nilai-nilai moral, agama dan budaya yang kita anut sendiri. Kita negara yang merdeka dari segala macam bentuk penjajahan dalam bentuk apapun, termasuk dalam mengatur kehidupan rakyatnya sendiri. Kita tak boleh dijajah oleh aturan-aturan Barat yang tak mengamodir nilai-nilai ketimuran kita.
Kenapa paham LGBT bisa berkembang pesat di Indonesia? Karena kita bersedia dijajah oleh Barat melalui Universal Declaration of Human Right-nya. Kenapa paham-paham sesat seperti Syiah bisa tumbuh subur di Inonesia. Islam menolak mengakui Syiah. Padahal Indonesia cuma mengakui Islam, Kristen, Hindu, Budha dan Konghucu sebagai agama yang diakui negara? Mestinya negara jika taat konstitusi paham sesat seperti Syiah dan yang lainnya dibasmi donk dari Indonesia? Bila tidak, itu kan berarti negara (pemerintah) sendiri melanggar konstitusi? Bisa di-impeach lho, ini?! Tapi kenapa paham-paham tersebut tetap dibiarkan tumbuh subur tanpa aturan yang solutif dari negara? Karena Indonesia masih dijajah oleh aturan-aturan dari Barat.
Penegakan HAM seperti yang selama ini Barat koar-koarkan juga sama sekali tak lepas dari beragam konflik kepentingan. Barat 'diam saja' terhadap persoalan kemanusian yang dialami etnis Rohingya di Myanmar. Bahkan mengurus masalah kemanusiaan di negara sekecil Palestina saja telah puluhan tahun tak bisa Barat bereskan. Kenapa kita, Indonesia yang menentang segala macam bentuk penjajahan malah tunduk dijajah oleh aturan yang mereka terapkan seenak kepentingan mereka sendiri? Maka saya sangat yakin, jika narasi kemerdekaan dan kedaulatan nilai yang kita kembangkan, saya yakin KUHP versi penjajah bisa dengan segera kita ganti dengan versi sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar