Jadi saya agak kaget juga kenapa
semua marah dan mengecam iklan yang dibuat oleh sebuah perusahaan produsen alat
pembersih debu asal Malaysia.
“Fire Your Indonesian Maid, Now!”,
katanya.
Banyak pihak menilai iklan ini
sebagai bentuk pelecehan terhadap TKI/TKW yang berprofesi sebagai pembantu di
Malaysia. Dan entah kenapa pula saya malah melihat yang sebaliknya.
Reaksi itu produk dari persepsi. Ada
beberapa teman di Facebook yang melulu apdet produk-produk bisnis onlennya.
Bagi pihak yang paham ini cuma sekadar iklan. Tapi bagi yang tak mau mengerti,
itulah spam.
Dan yang lebih parah lagi, banyak
juga teman-teman pebisnis di dunia sosmed ini yang memanfaatkan fitur ‘tag’ dengan
menandai teman-temannya yang dianggap cukup populer dengan harapan agar updetan
itu juga dibaca oleh teman dari siteman yang ditandai tadi. Bagi yang pengertian dia akan menganggap sebagai peluang ibadah, bantu teman. Tapi lain
pula reaksi pihak yang tak mengerti,
“Ini sampah!”, gerutunya sambil
klik pula tombol hapus pertemanan.
Objek yang sama jika dilihat dari
sudut pandang yang berbeda ternyata juga menghasilkan reaksi yang berbeda pula.
Ada yang kesal karena gatal. Tapi banyak juga yang asyik menggaruk, walau
sejatinya sama-sama gatal, hahaha….! Sama-sama mati listrik, sang pengusaha
bisa ngomel-ngomel, tapi para buruh malah banyak yang bersuka cita. Banyak yang
meratapi banjir, tapi juga banyak yang dengan pedenya malah berselfie ria.
“Banyak pihak yang senang dengan
adanya banjir. Mereka berharap bisa dapat makan gratis”, kata Ahok, calon
Presiden kita di masa depan (:
Kembali ke iklan yang dianggap
melecehkan pembantu-pembantu asal Indonesia itu. Dari sudut pandang yang lain
saya malah melihat iklan ini seolah berkata’
“Hanya robot (kami) yang bisa
menandingi kualitas kerja pembantu asal Indonesia anda!”
Hey, bukankah itu berarti mereka
sangat memuliakan pembantu-pembantu asal Indonesia? Lebih jauhnya lagi, jika
pembantu saja mereka anggap cuma bisa ditandingi oleh robot, bagaimana pula
dengan orang-orang dengan profesi dan kelas sosial yang lain? Justru kitalah
yang mestinya malu, sebab dari kita munculnya istilah-istilah yang mengkastakan
sesuatu. Siapa yang menciptakan istilah sosialita? Siapa yang membuat istilah
kampungan?
Pembuat iklan itu pasti bukan
orang sembarangan. Ringkas saja kata-katanya, tapi mampu mebuat gempar 2
negara. Coba resapi lagi, betapa kalimat iklan itu sungguh cerdas dan penuh
rasa humor! Mengkampanyekan diri sendiri sambil menyanjung dan memuliakan sekaligus kompetitornya.
Saya percaya bukan dia saja yang kaget dengan reaksi orang Indonesia, sebab saya sendiri juga kaget. Kalimat cerdas dan penuh humor itu tentu dia buat dengan harapan agar Indonesia bangga karena mampu menghasilkan pembantu-pembantu yang kinerjanya cuma bisa ditandingi oleh mesin atau robot. Dia pasti berpikir positif bahwa orang Indonesia itu bijak lagi cerdas, hingga mampu menangkap pesan ‘penghargaan’ yang disampaikannya lewat iklan tersebut.
Saya percaya bukan dia saja yang kaget dengan reaksi orang Indonesia, sebab saya sendiri juga kaget. Kalimat cerdas dan penuh humor itu tentu dia buat dengan harapan agar Indonesia bangga karena mampu menghasilkan pembantu-pembantu yang kinerjanya cuma bisa ditandingi oleh mesin atau robot. Dia pasti berpikir positif bahwa orang Indonesia itu bijak lagi cerdas, hingga mampu menangkap pesan ‘penghargaan’ yang disampaikannya lewat iklan tersebut.
Tapi, ternyata dia keliru, hahaha…!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar