Halaman

12 Feb 2015

Pelecehan atau Penghargaan ?

Indonesia negara yang mudah bergembira. Melihat teman terpeleset saja sudah memprovokasi kita untuk tertawa. Itulah kenapa banyak acara lawak yang menampilkan bukan saja adegan saling hina, tapi juga adegan saling aniaya. Belakangan bahkan ada acara marah-marah, memaki-maki sambil lempar-lempar makanan yang punya rating tinggi dan mampu menyedot banyak pemasang iklan.

Jadi saya agak kaget juga kenapa semua marah dan mengecam iklan yang dibuat oleh sebuah perusahaan produsen alat pembersih debu asal Malaysia.

“Fire Your Indonesian Maid, Now!”, katanya.

Banyak pihak menilai iklan ini sebagai bentuk pelecehan terhadap TKI/TKW yang berprofesi sebagai pembantu di Malaysia. Dan entah kenapa pula saya malah melihat yang sebaliknya.

Reaksi itu produk dari persepsi. Ada beberapa teman di Facebook yang melulu apdet produk-produk bisnis onlennya. Bagi pihak yang paham ini cuma sekadar iklan. Tapi bagi yang tak mau mengerti, itulah spam. 

Dan yang lebih parah lagi, banyak juga teman-teman pebisnis di dunia sosmed ini yang memanfaatkan fitur ‘tag’ dengan menandai teman-temannya yang dianggap cukup populer dengan harapan agar updetan itu juga dibaca oleh teman dari siteman yang ditandai tadi. Bagi yang pengertian dia akan menganggap sebagai peluang ibadah, bantu teman. Tapi lain pula reaksi pihak yang tak mengerti,

“Ini sampah!”, gerutunya sambil klik pula tombol hapus pertemanan.

Objek yang sama jika dilihat dari sudut pandang yang berbeda ternyata juga menghasilkan reaksi yang berbeda pula. Ada yang kesal karena gatal. Tapi banyak juga yang asyik menggaruk, walau sejatinya sama-sama gatal, hahaha….! Sama-sama mati listrik, sang pengusaha bisa ngomel-ngomel, tapi para buruh malah banyak yang bersuka cita. Banyak yang meratapi banjir, tapi juga banyak yang dengan pedenya malah berselfie ria.

“Banyak pihak yang senang dengan adanya banjir. Mereka berharap bisa dapat makan gratis”, kata Ahok, calon Presiden kita di masa depan (:

Kembali ke iklan yang dianggap melecehkan pembantu-pembantu asal Indonesia itu. Dari sudut pandang yang lain saya malah melihat iklan ini seolah berkata’

“Hanya robot (kami) yang bisa menandingi kualitas kerja pembantu asal Indonesia anda!”

Hey, bukankah itu berarti mereka sangat memuliakan pembantu-pembantu asal Indonesia? Lebih jauhnya lagi, jika pembantu saja mereka anggap cuma bisa ditandingi oleh robot, bagaimana pula dengan orang-orang dengan profesi dan kelas sosial yang lain? Justru kitalah yang mestinya malu, sebab dari kita munculnya istilah-istilah yang mengkastakan sesuatu. Siapa yang menciptakan istilah sosialita? Siapa yang membuat istilah kampungan?

Pembuat iklan itu pasti bukan orang sembarangan. Ringkas saja kata-katanya, tapi mampu mebuat gempar 2 negara. Coba resapi lagi, betapa kalimat iklan itu sungguh cerdas dan penuh rasa humor! Mengkampanyekan diri sendiri sambil menyanjung dan memuliakan sekaligus kompetitornya.

Saya percaya bukan dia saja yang kaget dengan reaksi orang Indonesia, sebab saya sendiri juga kaget. Kalimat cerdas dan penuh humor itu tentu dia buat dengan harapan agar Indonesia bangga karena mampu menghasilkan pembantu-pembantu yang kinerjanya cuma bisa ditandingi oleh mesin atau robot. Dia pasti berpikir positif bahwa orang Indonesia itu bijak lagi cerdas, hingga mampu menangkap pesan ‘penghargaan’ yang disampaikannya lewat iklan tersebut.

Tapi, ternyata dia keliru, hahaha…!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

4 Hal Penting Dalam Menulis

Saya beberapa kali dipercaya menjadi juri event menulis. Untuk naskah normal terbaik, nilai maksimal yang saya berikan adalah 8. Tapi bukan ...