Halaman

28 Feb 2015

Menggugat Siti Nurbaya



Entah bagaimana historynya kenapa Siti Nurbaya jadi legenda di Indonesia. Saya tak punya kemampuan untuk mengusutnya. Yang pasti sejarahnya terbukti sukses merubah pola pikir masyarakat Indonesia. Tidak saja yang beragama Islam, pasangan non muslim juga tak sungkan-sungkan menyebut nama besar Siti Nurbaya bila mereka dijodohkan.

Tak dipungkiri bahwa media informasi lah yang membentuk sikap, prilaku dan pola pikir manusia. Selama ini, perselingkuhan bahasa dengan media (termasuk tulisan dan mulut kita) telah banyak merusak ajaran Islam. Jilbab yang awalnya wajib bergeser makna jadi hak karna bahasa yg diperkosa media. Wajib artinya harus, sedang hak artinya bebas. Boleh ya, namun boleh juga tidak. Maka pada saat ada larangan penggunaan jilbab para pendemo pun lantang bersuara,

“Jilbab adalah hak bagi setiap wanita muslim”, katanya.

Siapa yang salah? Kenapa mereka tak berani nyatakan bahwa berjilbab adalah kewajiban bagi setiap muslimah? Sudah terang, mulut kita yang keliru. Dan media-media mainstream begitu jeli melihat celah itu. Maka telinga dan mata public akan dibombardir dengan pernyataan bahwa berjilbab itu hak setiap wanita Islam.

Pun demikian dengan arti kata dewasa. Dewasa adalah predikat seorang yang sudah punya tanggungjawab. Dalam hukum manusia, dimulai dari umur-umur tertentu, berbeda tiap negaranya. Dalam hukum agama (Islam), itulah yg disebut baligh. Berbeda juga tiap orangnya. Nah, kata ‘dewasa’ itulah yang diperkosa hingga akhirnya melahirkan paham demokrasi. Akhirnya, perjodohan pun dianggap sebagai bentuk penjajahan orangtua terhadap anaknya. Keinginan yang tak selaras, membuat orangtua dianggap tak demokratis. Padahal orangtua pasti ingin yang terbaik bagi anaknya, kan? Jangan lupa, Allah bahkan menunggu ridho orangtua sebelum memberikan ridhoNYA, kan? Doa/kutukan orangtua jg paling didengar Allah. Jadi mestinya, kalo kita ikut apa kata orangtua, Allah juga pasti akan membimbing langkah kita, sebab sudah pasti di dalam prosesnya ada doa orangtua kita. Kita tak bisa meraba masa depan. Tapi masa depan terbaik menurut saya adalah mengabdi pada orangtua. Imbalan pahala berbakti pada orangtua tentu bukan janji kosong dari Allah, bukan?Beriman kepada Allah mesti total bukan? Ga nanggung.

“Bertaqwalah kamu dengan sebenar-benarnya taqwa” (Al-Quran)

Apa saja keinginan orangtua mestinya dituruti. Setidaknya beliau unggul pengalaman ketimbang kita. Dewasa karena merasa sudah matang berpikir? Kata 'merasa' itulah persoalannya. Matang dan merasa matang beda, kan? Kesimpulannya: jika tak untuk kemungkaran, turuti semua keinginan orangtua. Tanpa embel-embel kompromi, toleransi, apalagi mengatasnamakan demokrasi, merasa sudah dewasa, hingga merasa sudah mampu mendebat pilihan orangtua.

Media effects bukan cuma diterima generasi Halo Selebriti, lho? Pun dengan orangtua-orangtua kita. Media-media mainstream yang rata-rata didominasi Yahudi dan Nasrani gencar pelintir statemen-statemen dan situasi yang rawan keliru. Mereka siarkan betapa mengharukannya melihat istri Rinto Harahap sholat di samping peti mati suaminya yang jelas-jelas bukan muslim tersebut. Akibatnya apa? *Mikir.

Betapa demokratisnya kehidupan keluarga salah seekor serigala ganteng yang beberapa waktu lalu ditinggal mati Bapaknya yang muslim karena kecelakaan motor. Padahal betapa tegas kegagalan sang bapak sebagai imam keluarga. Akibatnya apa? *Mikir.

Ada artis yang diberi award karena tak gugurkan kandungannya walau hamilnya sebelum nikah. WHAT…? Makin lama makin gencar saja proyek-proyek konspirasi ini. Tahu pasangan yang meraih award pasangan paling romantic di ajang infotainment Award bulan lalu? Alhamdulillah, bukan manusia. Pemenangnya ternyata serigala yang ganteng dengan pacarnya, hahaha….! Walau saingannya sudah menikah, sementara pasangan serigala tersebut statusnya masih pacaran, hahaha…! Akibatnya apa? *Mikir.

Belakangan sudah ada yang mulai meributkan kelayakan RA Kartini sebagai pahlawan emansipasi wanita, keabsahan Supersemar, termasuk protes dari umat Islam Ambon dan Maluku sekitarnya soal identitas keagaamaan Kapitan Pattimura. Kenapa semua terjadi? Pasti karena media yang mengacaukan sejarah, kan? Begitukah pula dengan buku legendaris Siti Nurbaya?

Saya takkan menuding Marah Rusli sebagai antek perusak nilai-nilai ajaran Islam. Saya berbaik sangka saja, Siti Nurbaya adalah pemikirannya yang natural, murni hasil perenungannya dalam hidup bermasyarakat di kala itu. Tapi Siti Nurbaya dibonceng pihak-pihak anti Islam? Sangat mungkin.

Sadarlah hai umat Islam! Ribut-ribut politik yang tak kunjung usai inilah yang membuat aktivis Islam tak menyadari akan proyek-proyek besar anti Islam yang diusung media-media mereka. Kita alpa akan bahwa makin banyak serigala yang ganteng. Alpa akan keberadaan Ocid dan kawan-kawannya yang tiap hari bukan saja menghina dan lecehkan tapi juga menjual Islam demi rating dan popularitasnya. 

Saya takkan menjudge pihak yang menolak perjodohan sebab nyatanya pengaruh media bukan cuma buat mereka saja. Walau sudah tegas-tegas menyatakan murtad, orangtua sang artis tetap menerima anaknya dengan sabar. 

“Ini ujian Tuhan”, katanya.

Ujian Tuhan? Emangnya situ siapa sampai dengan PeDe begitu anggap diri sedang diuji Tuhan? Yang diuji itu mestinya orang yang layak uji, kan? Apa situ sudah merasa layak diuji Tuhan? *Mikir.

Itu karena mereka terlalu sayang anak. 

“Kasih anak sepanjang galah, kasih ibu sepanjang jalan! Harimau pun takkan memangsa anaknya sendiri”, beragam kalimat indah mereka sodorkan untuk berdalih.

Dari mana asalnya kalimat-kalimat indah tersebut? Dari mulut, kan? Nah, mulut itu media atau bukan? Media lah yang merusak kalimat indah tersebut jadi ngawur. 

*Selamat Malam...!

26 Feb 2015

Ejakulasi Dini Bakat



Rasanya tak ada negara lain yang mampu menandingi semangat dan jiwa kompetitif seperti yang dimiliki bangsa Indonesia. Apa saja bisa dijadikan event demi penyaluran bakat berkompetisi di Indonesia. Mulai dari ajang idol-idolan, antri gadget mahal, kompetisi rebutan zakat sampai pada antri beli bensin setiap kali harga bensin dinaikkan, demi penghematan walau seribu dua ribu rupiah belaka. Terakhir, lihat saja betapa antusiasnya orang-orang berkompetisi untuk menjadi serigala ganteng yang diadakan oleh SCTV bersama IM3.

Suatu modal yang sangat penting, demi eksistensi manusia bertahan dalam kehidupan. Tak bisa dipungkiri bahwa kepunahan dinosaurus dari muka bumi adalah karena tak mampu berkompetisi dengan developer untuk mempertahankan wilayah tempat tinggalnya. Melihat semangat dan bakat yang kita miliki itu, betapa ironisnya ketika ternyata Indonesia masih saja miskin dengan prestasi.

Sebetulnya di usia-usia segar anak-anak Indonesia punya banyak prestasi membanggakan di level internasional. Hampir tiap tahun para pelajar kita merajai olimpiade Sains, Matematika dan sejenisnya. Pun dengan bidang olahraga. Indonesia punya pasukan cilik berjuluk Dream Team yang disegani di dunia catur. Sepakbola kelompok umur begitu pula. Indonesia bahkan sempat begitu disegani dan sering jadi juara Asia di periode-periode awal milenium baru kemaren. Persolannya, kenapa di usia matang kita justru menjadi loyo dan antiklimaks, ejakulasi dini? 

Dugaan saya sistim pendidikan kita yang anti prestasilah biang keroknya. Nilai sempurna di pelajaran lukis atau memasak misalnya tak menjamin mereka lulus sekolah jika di mata pelajaran primer bernilai jeblok. Orientasi pendidikan kita sangat tak ramah terhadap bakat dan kemampuan siswa. Jika pintar melukis, atau memasak, bakat itulah yang mestinya didorong, arahkan, bina dan kembangkan.

Gaya pendidikan kita tak pernah fokus untuk mencetak prestasi. Bayangkan saja jika di fakultas teknik pun masih diberi mata kuliah agama atau bahasa misalnya? Maka wajar, jika saat mulai bekerja pun mereka masih meraba-raba, berlindung dibalik tameng sekedar mencari pengalaman. Padahal betapa banyak data penelitian menyebutkan bahwa pertumbuhan manusia berhenti di umur 21 tahun, tepat di saat mereka lulus kuliah. Jika gaya pendidikan kita melulu seperti itu, saya duga hasilnya juga akan melulu begitu. Anti klimaks di usia puncak.

*Selamat petang….!

24 Feb 2015

Korban Yang Tak Butuh Dikasihani

Selain Cicak Mafia, Buaya Korup dan Serigala yang ganteng, akhir-akhir ini yang cukup ngehit adalah Narkoba. Eksekusi mati bagi pengedar narkoba bikin heboh beberapa Negara sekaligus buat meriah dunia maya. Saya setuju hukuman mati bagi pengedar dan bandarnya tanpa kompromi. Kurir, jika melakukannya secara sadar juga layak dapat hukuman yang serupa. Nah bagaimana dengan pengguna?

Banyak penyebab kenapa narkoba sulit diberantas. Jangankan bagi Bandar dan pengedar, bagi aparat sendiri narkoba adalah lahan basah. Sudah jelas gudang itu penuh dengan kardus isinya narkoba, masa diberitakan cuma 81 kg? Masuk akal?

Narkoba bagi aparat (kepolisian) adalah mesin ATM yang tiap saat bisa ditarik berapa saja yang mereka inginkan. Jika punya teman yang ditahan karena kasus narkoba, mending tak usah dibesuk sama sekali. Percayalah, jika tampangmu menghasut, kamu akan jadi target mereka berikutnya. Bahkan saking menjanjikannya, narkoba adalah property menjanjikan yang mereka sodorkan demi promosi jabatan. Makin banyak hasil opresi, makin moncer lah karirnya. Itulah kenapa di akhir-akhir tahun banyak sekali operasi buru narkoba yang sering kita dengar. Saya betul-betul risih. Masa iya kejahatan pun ditargetkan, agar bisa promosi jabatan….? Moral buruk aparat begitu mustahil mampu meredam bisnis narkoba. 

Selanjutnya pengguna narkoba, khususnya yang berasal dari kalangan orang terkenal, berduit dan atau punya pengaruh. Selama ini mereka sering berlindung dengan tameng bahwa pemakai adalah korban. Berita-berita, infotainment yang mengabarkan soal artis pengguna narkoba takkan mampu mengerem jumlah pengguna narkoba. Malah sebaliknya semakin meningkat, sebab sugesti sebagai korban yang gencar mereka sodorkan. Kita sendiri paham bahwa status sebagai korban di dunia kejahatan selalu memantik rasa simpati dan empati public. Secara psikologi ini akan memprovokasi para pengguna untuk terus mengkomsumsinya.

Turunannya, tameng sebagai korban saat diatngkap membuat mereka merasa brhak untuk mendapat perlakuan istimewa. Alih-alih dihukum tahan, mereka malah minta dirawat di panti rehablitasi. Dan kita mengerti pula, betapa istimewanya perlakuan terhadap mereka yang dirawat. Betapa bahagianya hidup di panti yang serba dilayani. Betapa asyiknya dirawat sebagai orang sakit. Apalagi jika perawatnya cantik-cantik dan bersih pula, hahaha….!
Mestinya tak ada alasan untuk tidak menahan mereka di penjara. Walau ditahan mereka juga beroleh pembinaan, kan? Apa sulitnya memberi mereka program rehablitasi walau sambil tetap di balik jeruji besi?

Tak semua korban butuh dibela dan dikasihani. Korban penipuan misalnya. Itu biasa terjadi karena kebodohan mereka sendiri. Ada ide unik namun logis yang dilontarkan Farhat Abbas di Twitter tentang memberantas penipuan.

“Mestinya yang dipenjara adalah yang ditipu, bukan penipunya. Biar mereka kapok, ga ditipu lagi", cuitnya.

Pun, begitu mestinya dengan pengguna narkoba. Semua terjadi karena kebodohan mereka sendiri. Mereka jadi pemakai karena mereka BODOH. Saya paling benci berteman dengan kebodohan.

“Ngapain ngomong politik melulu? Itu urusannya orang-orang pintar!”, protesnya.

Urusan orang pintar? Kalau begitu orang bodoh mestinya tak usah diberi hak pilih. Sebab kebodohan mereka dalam memilih pemimpinlah yang membuat negara kita jadi rusak begini, kan? Yang bodoh cuma mereka, tapi yang pintar jadi ikut menderita.

Sebagai penutup, saya beri lagu keren band favorit saya Def Leppard, special bagi orang-orang bodoh pengguna narkoba.

No promises, no guarantees
When you come down here you're already on your knees
You wanna ride white lightnin' then sign your name
If you wanna dance with the Devil
You gotta play his way, play the game


You gotta taste that sweetness
'Cause you can't say no
But are you ready for the nightmare when you can't let go
Like a soldier of fortune when the money runs dry
You got rivers of bitter tears in your eyes


You wanna leave but you can't let go
You wanna stop but you can't say no
You'll never laugh about it, you just can't live without it
You had enough but you just want more
You never get what you're lookin' for
You'll never laugh about it, never


You got both ends burning like a mouth to a flame
You're going off the rails like a runaway train
It's a no win situation, there's no way out
And no one will ever hear you
Scream and shout


Run, he's coming to claim you
Run, nowhere to hide away
Run, you dance with danger
Run, oh, you gotta ride the


White lightnin' on a dead end street
White lightnin', where the deadbeats meet
White lightnin', it's a one way ride
White lightnin', oh, there's nowhere to hide
Oh, can you believe me babe?


Such a lonely road you ride
It's not easy when you don't know why
Such a heavy load you hide
You never leave no matter how you try


White lightnin' on a dead end street
White lightnin', where the deadbeats meet
White lightnin', it's a one way ride
White lightnin', oh, there's nowhere to hide
White lightning, can you feel it, can you feel it?
White lightning, it's so dangerous
White lightning, no promises, no guarantees
White lightning


Def Leppard ~ White Lightnin'

22 Feb 2015

Gatal yang Tak Perlu Digaruk

Panasnya situasi politik di Negara kita mestinya tak perlu membuat kita ikut-ikutan panas pula. Tak semua gatal butuh digaruk. Persoalan kita sendiri sudah banyak, jadi potensi masalah sebetulnya tak perlulah pula dijadikan masalah baru.

Sahabat-sahabat saya yang cuma segelintir itu SEMUAnya menganggap remeh buku saya, bahkan tanpa merasa perlu membacanya sama sekali. Menganggap remeh buku saya berarti meremehkan saya juga. Rumus sodorkan bukti jika diremehkan, lawan bila dilecehkan yang saya terapkan pun tak berarti apa-apa sebab mereka juga tak berniat terhadapnya.

Ini sungguh berpotensi jadi masalah. Bukan saja soal hubungan harmonis yang mungkin terganggu, semangat saya pun bisa begitu. Tapi seperti biasa, dengan memandang dari sisi yang lain saya malah makin bersemangat karenanya.

“Everyone want to beat you, Winner!”, motivasi keren dari Ribas, penyanyi idola tetap membesarkan jiwa dan semangat saya.

Banyak yang mengenal saya sebagai si cuek pengguna ilmu besi. Bodoh amat dengan pandangan orang lain. Pandangan orang tidak akan menjelaskan tentang kita sesungguhnya. Justru sebaliknya, pandangan mereka itulah yang akan mempertegas siapa mereka sebetulnya.



“Jika kamu gagal, sahabatmu akan sedih. Jika kamu sukses, dia akan makin sedih”, saya pahami betul kalimat yang saya kutip sembarangan dari film Three Idiots ini.

Itulah kenapa, walau si Unda Mifta sudah kembali jadi Sari Octavia, Lia Summersun balik jadi Yulia Mustika dan bahkan Dian Bolobolo, ehh…! Tuh, kan Dian lagi L Saya sampai saat ini tetap PeDe sebagai Siraul Nan Ebat. Toh, pada kenyataannya, walau tak dapat dukungan sahabat, saya punya banyak ‘teman-teman asing’ yang mengapresiasi karya saya. Buat apa meladeni mereka yang maunya dapat gratis, sementara banyak diluar sana yang bersedia membayar, bahkan walau sebetulnya berhak pula dapat secara percuma karena berbagai hal. Misalnya mereka yang pengikut, pembaca dan pelanggan tulisan-tulisan elektronik saya. Mereka berhak donk, dapat versi cetaknya? 

Saya bangga sebagai orang Indonesia. Persoalan serius seperti hukuman mati saja bisa ditanggapi dengan penuh rasa humor. Protes Australia terhadap hukuman mati warganya dengan mengungkit-ungkit bantuan tsunami Aceh ditanggapi penuh dengan rasa humor berjamaah. Maka lahirlah Gerakan Koin Untuk Australia. Maka ada pula yang mengusulkan diadakannya Istora Jilid II versi pejabat, antara Tony Abbot melawan Jokowi sebagai sequel dari Istora pertama Panca vs Redin Paris.

Apa yang lucu dari kalimat ‘Di situ kadang saya merasa sedih’? ‘Bukan Urusan Saya’? ‘Salam Gigit Jari’ dan sebagainya. Kalimat biasa yang sungguh jauh dari unsur humor itu ternyata bisa demikian menggembirakan kita, orang-orang Indonesia. Kenapa? Karena kita mampu mengelola potensi persoalan menjadi property kegembiraan. Apa jadinya, jika kita tanggapi serius protes dari Australia tersebut? Perang? Sangat mungkin. Mengembalikan bantuannya? Bisa saja. Tapi tentu saja itu akan jadi persoalan baru yang takkan mudah mengatasinya. Pertama, dan langsung saja kita sepakati bahwa hutang budi tak bisa dibalas. Hutang materi, tentu saja mesti dikalkulasikan lagi berapa total sesungguhnya bantuan yang mesti kita kembalikan tersebut. Begitu, kan?

Ujian berat yang diberikan Tuhan tidak melulu untuk kita bereskan. Bisa jadi itu cuma agar kita makin kuat dalam kesabaran. Masalah yang mematikan itu menghidupkan, asal kamu tidak mati. Jadi jika kamu masih hidup, maka masalah itulah yang akan menumbuhkan, menguatkan dan membuatmu jadi lebih hidup.

*Selamat Siang….!

12 Feb 2015

Pelecehan atau Penghargaan ?

Indonesia negara yang mudah bergembira. Melihat teman terpeleset saja sudah memprovokasi kita untuk tertawa. Itulah kenapa banyak acara lawak yang menampilkan bukan saja adegan saling hina, tapi juga adegan saling aniaya. Belakangan bahkan ada acara marah-marah, memaki-maki sambil lempar-lempar makanan yang punya rating tinggi dan mampu menyedot banyak pemasang iklan.

Jadi saya agak kaget juga kenapa semua marah dan mengecam iklan yang dibuat oleh sebuah perusahaan produsen alat pembersih debu asal Malaysia.

“Fire Your Indonesian Maid, Now!”, katanya.

Banyak pihak menilai iklan ini sebagai bentuk pelecehan terhadap TKI/TKW yang berprofesi sebagai pembantu di Malaysia. Dan entah kenapa pula saya malah melihat yang sebaliknya.

Reaksi itu produk dari persepsi. Ada beberapa teman di Facebook yang melulu apdet produk-produk bisnis onlennya. Bagi pihak yang paham ini cuma sekadar iklan. Tapi bagi yang tak mau mengerti, itulah spam. 

Dan yang lebih parah lagi, banyak juga teman-teman pebisnis di dunia sosmed ini yang memanfaatkan fitur ‘tag’ dengan menandai teman-temannya yang dianggap cukup populer dengan harapan agar updetan itu juga dibaca oleh teman dari siteman yang ditandai tadi. Bagi yang pengertian dia akan menganggap sebagai peluang ibadah, bantu teman. Tapi lain pula reaksi pihak yang tak mengerti,

“Ini sampah!”, gerutunya sambil klik pula tombol hapus pertemanan.

Objek yang sama jika dilihat dari sudut pandang yang berbeda ternyata juga menghasilkan reaksi yang berbeda pula. Ada yang kesal karena gatal. Tapi banyak juga yang asyik menggaruk, walau sejatinya sama-sama gatal, hahaha….! Sama-sama mati listrik, sang pengusaha bisa ngomel-ngomel, tapi para buruh malah banyak yang bersuka cita. Banyak yang meratapi banjir, tapi juga banyak yang dengan pedenya malah berselfie ria.

“Banyak pihak yang senang dengan adanya banjir. Mereka berharap bisa dapat makan gratis”, kata Ahok, calon Presiden kita di masa depan (:

Kembali ke iklan yang dianggap melecehkan pembantu-pembantu asal Indonesia itu. Dari sudut pandang yang lain saya malah melihat iklan ini seolah berkata’

“Hanya robot (kami) yang bisa menandingi kualitas kerja pembantu asal Indonesia anda!”

Hey, bukankah itu berarti mereka sangat memuliakan pembantu-pembantu asal Indonesia? Lebih jauhnya lagi, jika pembantu saja mereka anggap cuma bisa ditandingi oleh robot, bagaimana pula dengan orang-orang dengan profesi dan kelas sosial yang lain? Justru kitalah yang mestinya malu, sebab dari kita munculnya istilah-istilah yang mengkastakan sesuatu. Siapa yang menciptakan istilah sosialita? Siapa yang membuat istilah kampungan?

Pembuat iklan itu pasti bukan orang sembarangan. Ringkas saja kata-katanya, tapi mampu mebuat gempar 2 negara. Coba resapi lagi, betapa kalimat iklan itu sungguh cerdas dan penuh rasa humor! Mengkampanyekan diri sendiri sambil menyanjung dan memuliakan sekaligus kompetitornya.

Saya percaya bukan dia saja yang kaget dengan reaksi orang Indonesia, sebab saya sendiri juga kaget. Kalimat cerdas dan penuh humor itu tentu dia buat dengan harapan agar Indonesia bangga karena mampu menghasilkan pembantu-pembantu yang kinerjanya cuma bisa ditandingi oleh mesin atau robot. Dia pasti berpikir positif bahwa orang Indonesia itu bijak lagi cerdas, hingga mampu menangkap pesan ‘penghargaan’ yang disampaikannya lewat iklan tersebut.

Tapi, ternyata dia keliru, hahaha…!

4 Hal Penting Dalam Menulis

Saya beberapa kali dipercaya menjadi juri event menulis. Untuk naskah normal terbaik, nilai maksimal yang saya berikan adalah 8. Tapi bukan ...