Orangtuaku pastilah girang tak terkira menyambut kelahiranku. Bahkan
saking gembiranya mereka merasa perlu untuk membagi kebahagiaan itu
dengan yg lain, maka pencarian nama yg bagus untukku disayembarakan dan
dimenangkan oleh seorang kakek dari pihak Bapakku. Tapi itu cuma salah
satu kemnungkinan.
Bisa jadi juga mereka merasa bahwa nama itu
penting bagiku kelak. Saking pentingnya mereka tak mau sembrono. Karena
merasa tak sanggup akhirnya menyerahkan urusan itu pada yg lebih ahli
yaitu: Kakekku tadi. Tapi yg pasti aku berkesimpulan bahwa orangtuaku
ingin aku punya nama yg bagus, dan memang terwujud.
ASRUL KHAIRI
Nama yg bagus, kan....?
Iya, tapi tak keren...!
Jujur aku tak suka. Bukan dengan namanya, bukan. Tapi akibat dari nama itu. Sebenarnya
nama itu di sekolahku cukup ngetop. Guru2 dan teman2ku pasti kenal nama
itu. Tapi kenal saja ternyata belum cukup. Ada tahapan lainnya: kenal, hapal dan gampang dilafalkan. Okelah mereka kenal nama itu, tapi
belum tentu mereka hapal siapa nama aku. Kalaupun hafal, belum tentu
bisa melafalkannya. Banyak guru2 dan teman2ku yg tak bisa menyebut
namaku dengan sempurna. Bahkan asal sebut. Seperti Era Kurniati (itu
kan, nama sebenarnya, hihihi...! Mudah2an dia tak baca tulisan ini,
hehehehe...!) misalnya, yg entah dengan alasan apa mengenalku sebagai
KHAIRUL. Padahal aku yakin, namaku tak ada duanya. Bukan seperti nama
KHAIRUL yg banyak pemiliknya itu.
Okelah, aku terpaksa memaklumi perbuatan teman2 yg memberiku nickname yg amat jelek, tapi ngetop: CALUN. Alamak, sudah jelek kampungan pula. Tapi, ironisnya, jelek tapi ngetop.
Kalo
yg ini bukan hanya teman sekolah dan guruku aja yg tau. Rasanya aku
adalah seorang selebriti di kampung sendiri. Dari orangtua sampai anak
kecil pun kenal sama nama ini.
Gawatnya di saat2 jaya itu aku malah
harus merantau, melanjutkan sekolah di Batam. Masalah yg lama terulang
lagi. KHAIRUL lah, SYAHRUL lah, dan .....
Atas inisiatif guru
olahragaku namaku diganti jadi RAUL. Tujuh taun kemudian (tahun 2005) anak2 ibu kost-ku
memberi marga NAN EBAT. Tambahan SI di depan tu akal2an ku saja agar aku
tetap punya konstribusi penting dalam memberi namaku sendiri ( di
negara kita orang2 lebih dikenal nama depannya, kan....? pengecualian
buat saudara2 kita orang Batak).
SIRAUL NAN EBAT.
Nama yg keren lagi top.
Tapi ternyata keren dan top pun belum tentu bagus... Suatu
kali teman dari temanku bersedia membantu agar aku bisa bekerja di
perusahaan tempatnya bekerja. Tes administrasi dan tertulis sukses
kulewati. Tinggal menungggu panggilan interview.
Setahun....
2 tahun...
Setelah sekian lama baru aku tau alasan sebenarnya (temanku itu yg ngasih tau) kenapa aku tak jadi diterima di perusahaan itu. Saat memeriksa berkas2 pelamar HRD perusahaan memanggil sang teman itu.
" Siapa nama temanmu yg mau kerja di sini? Biar nanti berkas lamarannya saya pisahkan."
Dengan garuk2 kepala dan sedikit rasa berdosa, si teman itu menjawab, "Adduuuh....! Siapa tadi ya...? Lupa, Bu'....!"
"Berarti dia bukan temanmu donk...?"
"..... .... ...."
Positif aku tak diterima....
Positif aku tak diterima....
Note: Jadi, sebenarnya kalau dibilang lebay, alay dan sejenisnya kek, aku
yakin adalah yang pertama di dunia. Itulah juga kenapa sampai sekarang
nama itu masih kupakai di semua jejaring media di internet, saat semua
teman2 seangkatan sudah pensiun sebagai alayers, hehehe...!
Tulisan yang menarik. To be honest, namanya memang susah dihafal dan diingat. But hei, di zaman modern ini pasti bakalan lbh gampang dapet user name diberbagai jejaring sosial kan? Daripada nama Ayu seperti saya yang banyak :D
BalasHapusSebelum punya KTP, nama adalah doa, dan saya sangat senang karena doa orangtua saya. Setelah punya KTP, nama adalah mandat bagi pemiliknya, dan saya berharap bisa menunaikan mandat itu secara maksimal. Aamiiin yaa Rabbal alamin...!
BalasHapusMakasih ya, Mbak Ayu! Semoga sukse melulu + tak lupa sama lapak saya di sini, hehehe...!