Halaman

18 Agu 2013

Napoleon Jomblo Part 4 (Habis)

Sentot Alibasya adalah panglima perang Pangeran Diponegoro yang meskipun usianya ketika dilantik oleh Pangeran Diponegoro sebagai panglima besar baru menjelang 17 tahun, namun kecakapannya dalam bertempur dan keberaniannya sangat mengagumkan musuh. Belanda sendiri mengakuinya betapa hebatnya seorang Sentot, seperti apa yang tertulis di dalam buku “De Java-Oorlog Van 1825-1830” oleh E.S. De Klerek jilid IV yang menyebutkan;

“Akan tiba saatnya dia (Sentot) mencengangkan para lawannya dengan suatu manuver (gerakan pasukan) yang dijalankan dengan kemahiran dan keberanianya yang luar biasa bahkan panglima-panglima perang yang berpengalaman sekalipun dapat merasa mujur jikalau mereka dapat memperhatikan tindakan yang demikian.”

‘Napoleon Jawa’ begitulah julukan penghormatan lawan terhadapnya. Begitu sampai di Keraton Yogya atas bujukan kakaknya, dia disambut Bak Jenderal Besar dengan upacara militer. Disitulah dia terjebak, masuk perangkap dan akhirnya di tawan Belanda.

Menyedihkan. Jika pihak musuhpun begitu menghormatinya, bagaimana kita bisa pura-pura tidak tahu. Saya katakan pura-pura, karena kita semua pasti tahu. Di buku pelajaran sejarah terbitan manapun, disamping nama Pangeran Diponegoro, mesti ada nama Sentot Prawiradirja Alibasya. Buka lagi deh, buku pelajaran sejarahmu,…!

Namanya selalu ada di sana. Cuma tak cukup, sebab namanya disebut karena ada nama Diponegoro. Namanya selalu ‘setelah Diponegoro’. Artikel manapun yang membuat nama Sentot selalu menyertakan nama Diponegoro. Melulu dibawah bayang-bayang Diponegoro. Sentot berhak mendapatkan lebih. Ia layak disejajarkan dengan keagungan Sang Pangeran, Boss-nya itu.

Aneh, ada banyak pahlawan di negeri ini. Kenapa seorang panglima besar dari perang terbesar bisa tak termuat dalam daftar.

Jawabnya simple: Karena Sentot Alibasya, adalah seorang jomblo. Dia tak punya keturunan yang bisa memperjuangkan apa yang mestinya layak dia dapatkan. *(tapi belakangan saya baca satu artikel yang mengatakan bahwa dia punya istri. Tapi sungguh saya amat meragukannya, dengan alasan tersendiri. Kalau mau diskusi alasannya, ayo saya ladeni, hehehe…!)

Pahlawan sejati memang tak butuh popularitas. Oke, tapi bangsa besar mesti menghargai para pahlawannya, kan? Orang-orang Jawa, Sumatera Barat (khususnya) termasuk rakyat Bengkulu mestinya bisa turut memperjuangkan gelar Pahlawannya tersebut, karena selama kurang lebih 22 tahun dia diasingkan di sana.

Kita menganggap Gayus Tambunan sebagai pahlawan mafia pajak. Padahal itu dilakukannya, karena dia sudah keburu ditangkap kasus pajak. Susno Duadji kita nobatkan sebagai pahlawan mafia kasus, padahal itu karena dia tak pengen sendirian menjalani hukuman. Arifinto juga kita anggap sebagai Pahlawan cuma gegara langsung mengundurkan diri dari DPR karena saat sidang paripurna ketangkap nonton adegan ranjang. Padahal bertahun-tahun kita bicara Perang Diponegoro, kenapa kita alpa bahwa Sentot Alibasya belumlah jadi Pahlawan Nasional sampai sekarang….?

MERDEKAAAA….!

*4 post ini materinya saya rangkum dari berbagai sumber di internet + plus pengetahuan umum saya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

4 Hal Penting Dalam Menulis

Saya beberapa kali dipercaya menjadi juri event menulis. Untuk naskah normal terbaik, nilai maksimal yang saya berikan adalah 8. Tapi bukan ...