Halaman

13 Jan 2013

Hati yang Ketinggalan Jaman

Di jaman serba cepat ini semua juga dituntut serba cepat. Termasuk hati, mata, mulut, hidung, dan telinga kita. Kekeliruan sering terjadi karena hati sering terlambat melibatkan diri. Ketelepasan ngomong, terjadi karena hati ketinggalan oleh mulut. Gosip, fitnah sering terjadi karena hidung, mata dan telinga keburu mengambil keputusan akan berita kecil yang dicium, dilihat atau di dengarnya.

Hati selalu terlambat karena dia ada di dalam. Mata dan indera lainnya lebih cepat tanggap karena dia ada di luar. Kekeliruan sering terjadi karena meski berada di luar, mereka juga cuma tanggap terhadap hal-hal yang terlihat dari luar. Itulah kenapa imej sekarang terasa lebih penting ketimbang perilaku. Karena imej hanyalah gambaran terlihat yang bisa ditangkap pancera indera kita. Karena berada di luar ia mesti terlihat cantik agar indera tertarik. Itulah kenapa kentut lebih penting disembunyikan ketimbang aurat. Karena orang yang mengumbar aurat lebih menarik minat kita ketimbang mereka yang suka menebar kentutnya. Padahal jika hati kita terlibat, dia pasti menolak kebijaksanaan yang keliru ini. Umbar aurat dilarang agama, sedang pamer kentut? Bahkan di tempat kerja saya tak ada peraturan yang melarangnya.

Sejak dini sebenarnya kita sudah dididik menjadi pribadi yang mulia. Lebih tepatnya sebagai pribadi yang terlihat mulia, meski cuma bohong belaka. Ketika di ujian SD diberi soal apa yang mesti kita lakukan jika bertemu pengemis, kita mesti jawab ‘memberi’. Jangan coba-coba menjawab ‘tak memberi’ apalagi ‘mengusir’nya. Tak peduli entah anak SD seusia kita sudah punya uang atau tidak, tapi saya mesti memberinya. Soal-soal sejenis nyaris selalu ada dalam setiap ujian mulai dari tingkat SD, SMP, SMA bahkan sebagai tes soal-soal jadi PNS. Bertahun-tahun begitu soal-soal begitu selalu ada. Sudah jadi tradisi. Dan kita bangsa Indonesia, paham betul apa itu tradisi. Bagaimana perlakuan kita terhadap tradisi. Menolak sejalan dengan tradisi bisa dicampak dari lingkungan masyarakat. Ibu Siami sekeluarga bahkan sampai diusir dari kampungnya, karena anaknya menolak untuk memberikan contekan pada teman-teman sekelasnya. Terlihat mulia jadi lebih penting, meski lewat jalan tidak jujur. Karena itu kepergok ngupil lebih memalukan ketimbang ketangkap korupsi. Toh, sambil diborgol-pun tetap bisa ber’dadah-dadah di depan kamera TV.

Penyesalan selalu datang belakangan. Karena yang menyesal itu hati. Karenanya hati mesti selalu dilibatkan. Caranya? Yaa, hati mesti didahulukan. Hati yang mesti mengambil sikap. Bukan mata, mulut, hidung dan lainnya.

Imej hanyalah soal berurusan dengan manusia lainnya. Sedangkan perilaku selain dengan manusia, ini adalah soal yang juga menyangkut Tuhan. Menciptakan imej yang baik untuk menutupi kelalukuan minus sama saja dengan menipu Tuhan. Sanggup menipu Tuhan?

Selamat Siang!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

4 Hal Penting Dalam Menulis

Saya beberapa kali dipercaya menjadi juri event menulis. Untuk naskah normal terbaik, nilai maksimal yang saya berikan adalah 8. Tapi bukan ...