Halaman

6 Okt 2015

Menuduh Tuhan

Salah satu kebiasaan keliru umat Islam yang berbahaya adalah responnya terhadap bencana, terutama yang berskala besar. Tsunami, gempa yang destruktif dan tentu saja termasuk beberapa bencana terakhir seperti peristiwa tumbangnya crane di Mekah, tragedi Mina atau bencana asap yang luar biasa ini.

Respon keliru pertama terkait mitos, statistik sejarah. Maka apa saja, selagi punya kaitan sejarah akan segera dihubung-hubungkan dengan bencana tersebut. Ini sebetulnya sangat keliru.


Menurut saya (silahkan bantah, jika beda pendapat), selain ilmu hukum yang cuma mengenal pasti benar atau pasti salah, seluruh cabang dan jenis ilmu pengetahuan lainnya adalah mitos. Termasuk di dalamnya Matematika yang selama ini kita kenal sebagai ilmu pasti. Ilmu pasti versi saya adalah ilmu hukum, bukan matematika 

Ilmu pengetahuan adalah mitos yang disepakati melalui konsensus. Bila hasil konsensus tak menyepakati bahwa ∏ adalah 22/7 atau 3.14, maka bisa jadi nilai ∏ tak seperti yang kita kenal selama ini. Persoalan paling mutakhir bahwa sebagai ilmu pasti matematika juga bisa diperdebatkan beberapa waktu lalu membuktikannya. 6x4 atau 4x6…? Konsensus menyepakati bahwa 1+1=2. Saya mesti mentaatinya, walau bahkan saya sendiri mampu buktikan bahwa 1+1=3. Cek blog, jika penasaran, hehehe…. 

Mitos akan berhenti begitu statistik tak lagi mendukungnya. Dulu-dulu, walau ga dulu-dulu amat, setiap Aaron Ramsey mencetak gol untuk Arsenal, besok atau lusanya pasti ada pesohor yang meninggal. Mulai dari Robin William, Steve Job, Paul Walker, Osama bin Laden, Muammar Gaddafi sampai kepada orangtua Julia Perez Ramsey terus mencetak gol, padahal Wiro Sableng, Si Buta Dari Goa Hantu atau Oom Jin sudah duluan meninggal. Statistik tak lagi mendukung. Mitos pun berakhir, dan akan segera dicari dan temukan mitos baru sebab ilmu pengetahuan selalu berkembang. Nah, kan…?

Ilmu pengetahuan selalu berkembang. Jika temuan terbaru tak lagi sesuai maka akan dibuat konsensus baru demi ilmu pengetahuan itu sendiri. Jadi mengkait-kaitkan bencana dengan statistik masa lalu adalah keliru, walau mungkin tak berakibat fatal.

Tapi respon berikutnya mulai berbahaya. Masih terkait mitos, tapi plus sikap apriori dan antipati. Tak jarang pula kita menuding seorang sebagai kambing hitam hanya karena statistik sejarahnya kebetulan mengiringi peristiwa bencana. Maka begitu Jokowi pulang dan asap makin pengap, Jokowi ke Mekah dan crane roboh dengan kejam kita pun menudingnya sebagai penyebab aneka bencana tersebut.


Ini sama sekali tidak fair. Kebencian terhadap seseorang sama sekali tak ada kaitannya dengan bencana yang mengirinya sejarahnya. Saya sempat mempertanyakan kepada Jonru kenapa menyalahkan Islam Nusantara, padahal yang ngutang ke Arab itu Jokowi. Sumpah, saya tak melihat korelasinya. Sayang, bukannya dijawab, malah saya diblokir, hehehe…!
Tak ada masalah, sebab saya sendiri bukan followernya. Saya Cuma khawatir akan terjadi fitnah, sebab potensinya banyak sekali. Pertama, dia blokir karena pikir saya pentolan JIN atau JIL…? Dan itu keliru. Tapi kedua dan seterusnya lagi lebih bahaya. Dia pikir saya anggota JIN atau JIL, kemudian update twit/status bahwa saya adalah orang yang mesti diwaspadai. Dan maka jika pengikutnya mengamini, betapa bahayanya fitnah ini.

Fitnah lebih kejam ketimbang pembunuhan. Tapi yang lebih berbahaya adalah merespon bencana dengan menuding dan menuduh Tuhan telah marah. Kesabaran Tuhan telah habis. Astagfirullahaladziim…!

“Crane ini roboh, tragedi Mina terjadi karena Allah marah atas kesewenangan para pemimpin dholim”, begitu kurang lebih respon banyak pihak.

Lebih bahaya lagi, sebab komentar tersebut justru datang dari para pesohor. Media-media anti Islam pun tentu saja melihat ini sebagai berita bagus. Mereka akan memuat besar-besaran dan mentertawai umat Islam. Bahwa Tuhan sudah marah terhadap umat Islam. Umat Islam telah menuding dan menuduh Tuhannya sendiri.

Betapa bahayanya. Ini sangat berbahaya. Betapa beraninya manusia hina seperti kita menuding dan menuduh Tuhan? Padahal sudah tegas perintah Al-Quran bahwa umat Islam mesti berbaik sangka terhadapNYA. Kenapa kita malah menuding dan ,menuduh Tuhan sebagai biang keladi aneka bencana ini. 

Mari berpikir logis! Musibah crane, tragedi Mina atau juga kabut asap ini. Kenapa kita menuduh Tuhan telah marah. Apakah mungkin Tuhan marah terhadap hambaNYA yang telah jauh-jauh datang untuk menemuiNYA…? Mungkinkah Allah marah terhadap anak kecil korban asap yang belum punya tanggungjawab terhadap dosa? Bahkan, kalaupun benar Tuhan marah terhadap pemimpin dholim, kenapa marahnya sampai salah alamat begitu?

Allah itu Maha Pemurah, bukan Maha Pemarah. Jadi mari teman semua! Mari kita berhenti menuduh Tuhan…!

*Astagfirullahaladziim…!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

4 Hal Penting Dalam Menulis

Saya beberapa kali dipercaya menjadi juri event menulis. Untuk naskah normal terbaik, nilai maksimal yang saya berikan adalah 8. Tapi bukan ...