Halaman

17 Apr 2015

Kelirumologi Eksekusi Mati



Keliru sebetulnya bila kita mengecam pemerintah Arab Saudi terkait eksekusi hukuman mati terhadap TKI di sana. Pertama, karena mengecam eksekusi berarti mengecam qishash yang sesuai dengan aturan Allah SWT. Benar, memaafkan adalah sikap mulia. Tapi juga benar bahwa qishash adalah hak yang adil dan berkeadilan bagi si korban. Seadil-adilnya sanksi hukum adalah membalas dengan setimpal pelanggaran hukum yang dilakukan pelaku, termasuk di dalamnya rumus: nyawa dibayar nyawa 

Selanjutnya, juga keliru bila kecaman dan protes justru kita layangkan terhadap pemerintah dan atau Raja Arab Saudi. Demi alas an apapun, protes itu sangat keliru. Raja Arab bukan Tuhan dan pasti tersinggung bila dianggap Tuhan, tempat meminta pengampunan. Musyrik, dosa tanpa ampunan. Bahkan beliau akan marah bila diminta melanggar ketetapan Tuhan dengan hukum qishash, apalagi jika cuma demi manusia dan alas an kemanusiaan. Tuhan tentu di atas segalanya, kan…?

Keliru berikutnya adalah juga tak tepat bila dikatakan ahli waris korban tak bias menerima maaf. Bahkan walau katanya lobi sudah dilakukan sejak jaman Gus Dur sampai pemerintahan Jokowi. Sejak jaman gigi emas sampai era behel. Sangat mungkin ahli waris yang saat itu belum baligh tak menegerti apa yang mesti dilakukan karena pendekatan metode yang kita lakukan keliru. Lobi terhadap anak kecil mestinya lebih mudah, apalagi jika dilakukan oleh para diplomat2 ulung yang bertugas melakukannya. Jika gagal, mestinya pemerintah kitalah yang justru lebih instrospeksi diri.

Kan bisa saja misalnya sang anak itu diajak ke Indonesia. Nikamati alam tropis, surge dunia yang mustahil bias didapatkan di kampong tandus Arabnya sana. Dengan alam yang sejuk rasanya lebih mudah pula untuk mengajaknya berdamai. Bila perlu angkat dia jadi warga kehormatan Indonesia. Bawa ke Medan dan beri marga. Ajak ke Padang atau Jogja dan beri gelar kehormatan dan kekeratonan. Bisa pula misalnya dia ditipkan di banyak Production House untuk diajak syuting sinetron seperti anak-anak kecil lainnya laiknya Wakwaw, Mancung, TeBe, Si Entong, Si Eneng dan lainnya. Tanggung seluruh biaya hidup, sekolah dan kuliah gratis. Saya yakin itu bukan satu persoalan yang serius bagi anggaran Negara. Tapi lebih jauhnya, sangat berpotensi untuk menyelamatkan eksekusi terhadap pelaku, yakni TKI kita.

Keliru selanjutnya, kita juga tak perlu meratapi nasib sang TKI. Jika benar itu dilakukannya karena membela diri, eksekusi justru malah bagus buatnya. Insya Allah, eksekusi itu membuatnya mati sebagai syuhada, aamiin…!

Hukum itu penghapus dosa. Mati karena dihukum malah membuatnya mati dalam keadaan bersih, paling tidak dari dosa pelanggaran yang membuatnya dihukum itu.

Kita mestinya mewaspadai kepentingan politik. Keributan kecil ini akan dibesarkan oleh media yang kebanyakan milik Yahudi untuk memecah belah dua negara kekuatan Islam. Setelah media-media Islam dibredel, sangat aneh jika umat Islam malah ikut2an memprovokasi pecahnya Arab Saudi dan Indonesia, 2 negara sebagai pusat Islam dan Negara dengan jumlah penduduk muslimnya yang terbesar di dunia.

Ke depan, dengan banyaknya TKI yang menunggu nasib serupa, mestinya pemerintah bukan tersingging karena eksekusi dilakukan. Merasalah hina, sebab betapa banyak TKI kita memilih jadi pembantu di Negara orang, ketimbang mengabdi di negeri sendiri. Atau malah pemerintah bangga, sebab pembantu2 Indonesia, kebanyakan wanita berani jadi pembunuh? Dan di negara orang pula?

*Selamat Petang…!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

4 Hal Penting Dalam Menulis

Saya beberapa kali dipercaya menjadi juri event menulis. Untuk naskah normal terbaik, nilai maksimal yang saya berikan adalah 8. Tapi bukan ...