Perusahaan kecolongan maling.
Sekitar 2kg kerak timah solder hilang. Saat didata ulang ternyata 2 kotak lagi yang
masih utuh juga raib. Total kerugian mencapai 30-an kg timah solder, baik yang
utuh atau yang sekedar remah2nya saja.
Section kami, yang kebetulan
punya akses langsung dengan pintu belakang ikut dimintai keterangan. Malah kami
adalah pihak pertama yang paling dicurigai. Baut engsel pintu yang agak longgar
sebiji (hahaha….!) membuat security merasa bahwa kami sah untuk dicurigai.
Satu-persatu kami dipanggil. Alangkah memalukan dan tak bergengsinya.
Jujur saja, ketimbang kesandung
kasus kerak timah, lebih baik tersangkut kasus korupsi. Pejabat yang walau
korup, jika berkunjung ke daerah selalu dielu-elukan warganya. Bahkan jika dia
merupakan pejabat besar, persiapan untuk menyambut kedatangan ‘Yang Mulia’ itu
akan dilakukan dengan gempita. Semua warga dikerahkan untuk dimintai sumbangan
dan gotong royong untuk perbaikan jalan, gapura membersihkan parit dan
sebagainya. Itulah kenapa andai ketangkap basah pun sembari diborgol mereka
tetap PeDe berdadah-dadah dan dihapan kamera pula. Jadi jika cuma dituduh
mencuri timah, dan cuma keraknya pula alangkah bikin malunya, hahaha…!
Terkait perkara criminal saya
belum pernah berurusan dengan hukum. Tapi saya sangat tahu banyak berita tentang
kasus2 hukum. Dan itu buat saya horror. Betapa mengerikannya dampak jika rakyat
kecil sudah berurusan dengan hukum criminal.
Bersalah atau tidak urusan di
masa depan. Yang penting hukum mesti dijalankan. Itulah kenapa banyak kasus
yang terbukti direkayasa cuma berakhir dengan vonis bebas saja. Kasus Edih,
contohnya. Bertahun dipenjara atas tuduhan yang dibuat-buat aparat hukum dia
akhirnya dibebaskan. Sementara semua aparatur hukum yang merekayasa kasusnya
tetap bertugas dan kita gaji seperti biasa. Mestinya semua yang terlibat dalam
rekayasa kasusnya itu, mulai dari polisi, tim penyidik, jaksa penuntut sampai
kepada tim mejelis hakim dipecat. PECAT. P-E-C-A-T, kaaaaaan…..?
Jika ikut dikriminalisasi, apa
jadinya saya. Apalagi banyak hal mendukung. Manejer yang begitu bencinya
terhadap saya jadi punya waktu dan alasan yang sah untuk membuang saya. Bisa
jadi dia tak tega membuat saya dipenjara, tapi inilah momen yang tepat baginya untuk
menyingkirkan saya.
Imajinasi saya makin tinggi dan ngawur. Sungguh
tak mudah menghentikan perkara jika sudah sampai di kepolisian. Uang, tenaga,
waktu, keluarga semua mesti dikorbankan. Belum lagi jika kasusnya sudah sampai
di media pula. Inisial nama saya yang mana saja sudah begitu menghasut pembaca
untuk meyakini kasusnya. SNE, AK atau AS semua sama saja. Semua itu inisial
umum tokoh2 kriminal. Apalagi jika kemudian ditambahkan pula dengan foto
tampang saya yang komposisinya kriminil sejati, hahaha….!
Imajinasi saya belum berhenti.
Okelah untuk kasus ‘kecil’ begitu saya cuma dikenai beberapa bulan penjara.
Tapi apakah semuanya jadi mudah?
Sejarah mengabarkan betapa banyak
alumni penjara yang kesulitan untuk normal melanjutkan hidup. Jangankan untuk
memperoleh rekomendasi Surat Keterangan Berkelakuan Baik dari Kepolisian, sebagai
bekal mencari dan memperoleh pekerjaan baru, sekedar diterima kembali di
masyarakatnya saja sudah syukur. Inilah bedanya dengan mantan narapidana korupsi
yang tetap boleh jadi anggota DPR. Bahkan sambil dipenjara pun juga tetap
terima gaji.
*Naaaaaah, kan?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar