Halaman

19 Nov 2014

Kerak Timah dan Koruptor

Perusahaan kecolongan maling. Sekitar 2kg kerak timah solder hilang. Saat didata ulang ternyata 2 kotak lagi yang masih utuh juga raib. Total kerugian mencapai 30-an kg timah solder, baik yang utuh atau yang sekedar remah2nya saja.

Section kami, yang kebetulan punya akses langsung dengan pintu belakang ikut dimintai keterangan. Malah kami adalah pihak pertama yang paling dicurigai. Baut engsel pintu yang agak longgar sebiji (hahaha….!) membuat security merasa bahwa kami sah untuk dicurigai. Satu-persatu kami dipanggil. Alangkah memalukan dan tak bergengsinya.

Jujur saja, ketimbang kesandung kasus kerak timah, lebih baik tersangkut kasus korupsi. Pejabat yang walau korup, jika berkunjung ke daerah selalu dielu-elukan warganya. Bahkan jika dia merupakan pejabat besar, persiapan untuk menyambut kedatangan ‘Yang Mulia’ itu akan dilakukan dengan gempita. Semua warga dikerahkan untuk dimintai sumbangan dan gotong royong untuk perbaikan jalan, gapura membersihkan parit dan sebagainya. Itulah kenapa andai ketangkap basah pun sembari diborgol mereka tetap PeDe berdadah-dadah dan dihapan kamera pula. Jadi jika cuma dituduh mencuri timah, dan cuma keraknya pula alangkah bikin malunya, hahaha…!

Terkait perkara criminal saya belum pernah berurusan dengan hukum. Tapi saya sangat tahu banyak berita tentang kasus2 hukum. Dan itu buat saya horror. Betapa mengerikannya dampak jika rakyat kecil sudah berurusan dengan hukum criminal.

Bersalah atau tidak urusan di masa depan. Yang penting hukum mesti dijalankan. Itulah kenapa banyak kasus yang terbukti direkayasa cuma berakhir dengan vonis bebas saja. Kasus Edih, contohnya. Bertahun dipenjara atas tuduhan yang dibuat-buat aparat hukum dia akhirnya dibebaskan. Sementara semua aparatur hukum yang merekayasa kasusnya tetap bertugas dan kita gaji seperti biasa. Mestinya semua yang terlibat dalam rekayasa kasusnya itu, mulai dari polisi, tim penyidik, jaksa penuntut sampai kepada tim mejelis hakim dipecat. PECAT. P-E-C-A-T, kaaaaaan…..?

Jika ikut dikriminalisasi, apa jadinya saya. Apalagi banyak hal mendukung. Manejer yang begitu bencinya terhadap saya jadi punya waktu dan alasan yang sah untuk membuang saya. Bisa jadi dia tak tega membuat saya dipenjara, tapi inilah momen yang tepat baginya untuk menyingkirkan saya.

Imajinasi saya makin tinggi dan ngawur. Sungguh tak mudah menghentikan perkara jika sudah sampai di kepolisian. Uang, tenaga, waktu, keluarga semua mesti dikorbankan. Belum lagi jika kasusnya sudah sampai di media pula. Inisial nama saya yang mana saja sudah begitu menghasut pembaca untuk meyakini kasusnya. SNE, AK atau AS semua sama saja. Semua itu inisial umum tokoh2 kriminal. Apalagi jika kemudian ditambahkan pula dengan foto tampang saya yang komposisinya kriminil sejati, hahaha….!

Imajinasi saya belum berhenti. Okelah untuk kasus ‘kecil’ begitu saya cuma dikenai beberapa bulan penjara. Tapi apakah semuanya jadi mudah? 

Sejarah mengabarkan betapa banyak alumni penjara yang kesulitan untuk normal melanjutkan hidup. Jangankan untuk memperoleh rekomendasi Surat Keterangan Berkelakuan Baik dari Kepolisian, sebagai bekal mencari dan memperoleh pekerjaan baru, sekedar diterima kembali di masyarakatnya saja sudah syukur. Inilah bedanya dengan mantan narapidana korupsi yang tetap boleh jadi anggota DPR. Bahkan sambil dipenjara pun juga tetap terima gaji.

*Naaaaaah, kan?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

4 Hal Penting Dalam Menulis

Saya beberapa kali dipercaya menjadi juri event menulis. Untuk naskah normal terbaik, nilai maksimal yang saya berikan adalah 8. Tapi bukan ...