Halaman

27 Feb 2014

Menggaruklah, Jika Harus Menggaruk!

Sambungan post sebelumnya…

Kalaupun ada yang mesti disayangkan adalah sikap yang diambil oleh orangtuanya sendiri.

“Saya akan tetap menerima dia. Bagaimanapun, dia anak saya”, kata ayah Asmirandah saat ditanya soal berita murtadnya sang anak.

Orangtua sebenarnya punya hak mutlak terhadap anaknya. Bahkan saking besarnya wewenang orangtua, Allah sendiri menunggu ridho orangtua sebelum memberikan ridhoNYA. Sayangnya, orangtua sekarang malah menyelewengkan wewenang besar, kepercayaan dari Allah SWT tersebut. Wewenang yang besar juga menuntut tanggungjawab yang besar.

Soal pendidikan anak boleh saja dilimpahkan kepada guru, tapi soal pengawasan adalah tugasnya orangtua. Anak adalah tanggungjawab mereka. Sudah tegas perintahnya, “Jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka”, begitu kan, kata Al-Qur’an? Baik buruknya anak adalah tanggungjawab orangtua.

Bagaimana mestinya sikap yang mesti diambil orangtua Asmirandah terhadap anaknya itu? Umar bin Khattab, pernah menghukum cambuk anaknya sendiri sampai mati, karena sang anak korup, bekerjasama dengan seorang dalam berbuat tidak adil kepada orang lain.
 
Teladan dari Umar itulah yang mestinya dijadikan pedoman bagi kita semua. Perbuatan dosa, meski Allah sendiri bisa mengampuninya, sebagai bentuk rasa tanggungjawab terhadap perintah Allah SWT, Umar sendiri yang memberinya hukuman.

Umar menghukum anaknya sendiri, sama seperti Nabi Muhammad SAW yang bersabda akan memotong sendiri tangan Fatimah jika dia mencuri, meski dosa yang diperbuat sang anak masih termasuk dalam dosa yang bisa diampuni oleh Allah. Umar sadar bahwa perbuatan anaknya itu bisa mengganjal jatah surga baginya kelak. Perbuatan murtad yang dilakukan oleh Asmirandah jelas dan tegas adalah dosa besar yang takkan diampuni oleh Allah SWT. Mestinya orangtuanya langsung saja bersikap tegas terhadap sang anak. Tak perlu lagi alasan ‘sayang anak’ sebab cinta terhadap Allah SWT adalah di atas segalanya. Beri tindakan yang bersungguh-sungguh, sebagai bukti rasa tanggungjawab terhadap amanat Allah SWT. Bahkan kasarnya, jika perlu sang anak dibunuh saja sekalian.

Dibunuh…? Provokatif amat yak…?

Tapi jika saya berada pada posisi sebagai orangtuanya, tak salah lagi, itulah pilihan yang akan saya ambil. Jika saya tak berani karena ‘sayang anak’ misalnya, saya akan sewa pembunuh bayaran. Persoalan hukum adalah soal belakangan. Saya bisa saja berkelit, bahwa saya hanya sedang menjalankan perintah agama saya untuk bertanggungjawab terhadap anak. Bagi saya aturan agama di atas aturan Negara.

Tapi, Indonesia kan bukan Negara Islam…?

Yak, itulah resikonya. Pun, saya akan hadapi. Garuklah, jika memang harus digaruk!. Perbuatan anak yang saya tolerir akan mengakibatkan akhirat saya HILANG. Jadi lebih baik saya pilih dunia saja yang hilang. Pasal 339 dan 340 KUHP, pembunuhan berencana, hukuman mati? Saya akan hadapi. Saya pasti akan mati dengan bangga, menghadap Allah dengan kepala tegak. karena saya mati dalam memperjuangkan amanatNYA.

*Selamat Malam. Mudah2an Allah SWT selalu menjaga aqidah kita semua, aamiin…!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

4 Hal Penting Dalam Menulis

Saya beberapa kali dipercaya menjadi juri event menulis. Untuk naskah normal terbaik, nilai maksimal yang saya berikan adalah 8. Tapi bukan ...