Kalaupun ada yang mesti disayangkan adalah sikap yang
diambil oleh orangtuanya sendiri.
“Saya akan tetap menerima dia. Bagaimanapun, dia anak saya”,
kata ayah Asmirandah saat ditanya soal berita murtadnya sang anak.
Orangtua sebenarnya punya hak mutlak terhadap anaknya.
Bahkan saking besarnya wewenang orangtua, Allah sendiri menunggu ridho orangtua
sebelum memberikan ridhoNYA. Sayangnya, orangtua sekarang malah menyelewengkan
wewenang besar, kepercayaan dari Allah SWT tersebut. Wewenang yang besar juga
menuntut tanggungjawab yang besar.
Soal pendidikan anak boleh saja dilimpahkan kepada guru,
tapi soal pengawasan adalah tugasnya orangtua. Anak adalah tanggungjawab
mereka. Sudah tegas perintahnya, “Jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka”,
begitu kan ,
kata Al-Qur’an? Baik buruknya anak adalah tanggungjawab orangtua.
Bagaimana mestinya sikap yang mesti diambil orangtua
Asmirandah terhadap anaknya itu? Umar bin Khattab, pernah menghukum cambuk
anaknya sendiri sampai mati, karena sang anak korup, bekerjasama dengan seorang
dalam berbuat tidak adil kepada orang lain.
Teladan dari Umar itulah yang
mestinya dijadikan pedoman bagi kita semua. Perbuatan dosa, meski Allah sendiri bisa mengampuninya,
sebagai bentuk rasa tanggungjawab terhadap perintah Allah SWT, Umar sendiri
yang memberinya hukuman.
Umar menghukum anaknya sendiri, sama seperti Nabi Muhammad
SAW yang bersabda akan memotong sendiri tangan Fatimah jika dia mencuri, meski
dosa yang diperbuat sang anak masih termasuk dalam dosa yang bisa diampuni oleh
Allah. Umar sadar bahwa perbuatan anaknya itu bisa mengganjal jatah surga
baginya kelak. Perbuatan murtad yang dilakukan oleh Asmirandah jelas dan tegas
adalah dosa besar yang takkan diampuni oleh Allah SWT. Mestinya orangtuanya
langsung saja bersikap tegas terhadap sang anak. Tak perlu lagi alasan ‘sayang
anak’ sebab cinta terhadap Allah SWT adalah di atas segalanya. Beri tindakan
yang bersungguh-sungguh, sebagai bukti rasa tanggungjawab terhadap amanat Allah
SWT. Bahkan kasarnya, jika perlu sang anak dibunuh saja sekalian.
Dibunuh…? Provokatif amat yak…?
Tapi jika saya berada pada posisi sebagai orangtuanya, tak
salah lagi, itulah pilihan yang akan saya ambil. Jika saya tak berani karena
‘sayang anak’ misalnya, saya akan sewa pembunuh bayaran. Persoalan hukum adalah
soal belakangan. Saya bisa saja berkelit, bahwa saya hanya sedang menjalankan
perintah agama saya untuk bertanggungjawab terhadap anak. Bagi saya aturan
agama di atas aturan Negara.
Tapi, Indonesia
kan bukan
Negara Islam…?
Yak, itulah resikonya. Pun, saya akan hadapi. Garuklah, jika memang harus digaruk!. Perbuatan anak
yang saya tolerir akan mengakibatkan akhirat saya HILANG. Jadi lebih baik saya
pilih dunia saja yang hilang. Pasal 339 dan 340 KUHP, pembunuhan berencana,
hukuman mati? Saya akan hadapi. Saya pasti akan mati dengan bangga, menghadap
Allah dengan kepala tegak. karena saya mati dalam memperjuangkan amanatNYA.
*Selamat Malam. Mudah2an Allah SWT selalu menjaga aqidah kita semua, aamiin…!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar