Buktikan, jika kau diremehkan. Lawan, jika kau dilecehkan.
Orang yang meremehkan biasanya adalah pihak yang buta terhadap orang yang
diremehkannya. Dihadapan bukti, pihak yang meremehkan akan takluk. Mudah memafkannya, gampang
memakluminya sebab hanya soal ketidaktahuan belaka. Pelaku criminal paling
sadis sekalipun, takkan bisa disentuh oleh hukum, jika dia melakukannya dalam
keadaan mabuk, tidak dalam keadaan sadar dan orang yang bermasalah kejiwaannya.
Bahkan Tuhan sendiri memaklumi perbuatan dosa yang dilakukan oleh pihak yang
tidak berpengetahuan.
Sebaliknya, pihak yang melecehkan biasanya sangat paham
terhadap siapa yang dilecehkannya. Pelaku pecelecehan biasanya adalah pihak
yang dalam keadaan lebih kuat. Dia mengerti sekali bahwa yang dilecehkannya
adalah pihak yang lebih lemah. Sulit untuk menang menghadapi yang lebih kuat,
tapi satu-satunya cara untuk menaklukkannya, yaa tentu saja dengan melakukan
perlawanan.
Apa yang bisa saya lakukan saat manejer memberi kontrak
permanent pada teman-teman yang lain, memperpanjang kontrak anak-anak baru dan
membuang saya. Dia pasti tidak sedang meremehkan saya. Saya tak perlu
membuktikan apapun, sebab dia pasti sangat mengerti saya. Diremehkan, biasanya
cuma soal penilaian terhadap kemampuan diri belaka, sedang pelecehan mencakup
semuanya diri kita, dianggap tidak ada. Jadi ini pelecehan, dan saya mesti
melawan. Sulit untuk menang, tapi gatal butuh digaruk.
Maka terjadilah. Kemaren, sekitar jam 10 pagi tempat kerja
saya geger (ga usah percaya, ini sudah saya lebih-lebihkan). Manuver spekulatif
saya jadi trending topic, kwkwkwk…! Sayang sekali tadi pagi, di Halo Selebriti
kok ga’ diberitain yak? Wkwkwk…!
Wooaaah…! Saya merasa menjadi seorang superhero. Aksi saya
jadi topic perbincangan seru. Semua teman menganggap saya pahlawan, inspirator
(ini tak asal bual, ada memang yang menganggapnya begitu J)
berani menunjuk jidat si Manejer. Semua mendukung saya.
Oke, saat itu dan sampai sekarang pun saya merasa KEREN.
Happy. Saya merasa keren, bukan karena berani terhadap manejer saya. Saya merasa
keren karena saya berani ambil sikap yang beda. Saya berani perjuangkan
hargadiri saya tanpa perlu kehilangan control diri (tak seperti scenario scrip
ending (saja) novel yang saya posting sebelum ini, wkwkwk…!). Itu saja. Saya
keren! Jadi tolong jangan minta saya mencederainya. Tak perlu memprovokasi
untuk membuat saya lupa diri.
“Kenapa tadi tak ditonjok saja, pasti seru tuh…!”
“Apa yang mesti ditakutkan? Sama-sama menggaruk pun, kalau
gatal. Udah, hajar saja…!”
Saya keren, meski sedang galau, kwkwkwk…! Tak perlu
mengajari monyet menggaruk (Bah…!) Saya paham semua resikonya. Memang rejeki
urusan Tuhan, tapi soal kontrak kerja, itu manejer yang tentukan. Tugas kita
sebagai manusia adalah menjadi penyebab yang baik bagi orang lain. Tapi juga
tak perlu meyalahkan, mengatakan bahwa tak baik jadi penghambat rejeki orang
lain. Hebat sangat, mau menghambat kehendak Tuhan? Tuhan punya aneka jalan tak
terduga dalam memberi rejeki bagi hambaNYA, bukan…?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar