Halaman

14 Feb 2014

Diremehkan? Buktikan! Dilecehkan? Lawan!

Buktikan, jika kau diremehkan. Lawan, jika kau dilecehkan. Orang yang meremehkan biasanya adalah pihak yang buta terhadap orang yang diremehkannya. Dihadapan bukti, pihak yang meremehkan akan takluk. Mudah memafkannya, gampang memakluminya sebab hanya soal ketidaktahuan belaka. Pelaku criminal paling sadis sekalipun, takkan bisa disentuh oleh hukum, jika dia melakukannya dalam keadaan mabuk, tidak dalam keadaan sadar dan orang yang bermasalah kejiwaannya. Bahkan Tuhan sendiri memaklumi perbuatan dosa yang dilakukan oleh pihak yang tidak berpengetahuan.

Sebaliknya, pihak yang melecehkan biasanya sangat paham terhadap siapa yang dilecehkannya. Pelaku pecelecehan biasanya adalah pihak yang dalam keadaan lebih kuat. Dia mengerti sekali bahwa yang dilecehkannya adalah pihak yang lebih lemah. Sulit untuk menang menghadapi yang lebih kuat, tapi satu-satunya cara untuk menaklukkannya, yaa tentu saja dengan melakukan perlawanan.

Apa yang bisa saya lakukan saat manejer memberi kontrak permanent pada teman-teman yang lain, memperpanjang kontrak anak-anak baru dan membuang saya. Dia pasti tidak sedang meremehkan saya. Saya tak perlu membuktikan apapun, sebab dia pasti sangat mengerti saya. Diremehkan, biasanya cuma soal penilaian terhadap kemampuan diri belaka, sedang pelecehan mencakup semuanya diri kita, dianggap tidak ada. Jadi ini pelecehan, dan saya mesti melawan. Sulit untuk menang, tapi gatal butuh digaruk.

Maka terjadilah. Kemaren, sekitar jam 10 pagi tempat kerja saya geger (ga usah percaya, ini sudah saya lebih-lebihkan). Manuver spekulatif saya jadi trending topic, kwkwkwk…! Sayang sekali tadi pagi, di Halo Selebriti kok ga’ diberitain yak? Wkwkwk…!

Wooaaah…! Saya merasa menjadi seorang superhero. Aksi saya jadi topic perbincangan seru. Semua teman menganggap saya pahlawan, inspirator (ini tak asal bual, ada memang yang menganggapnya begitu J) berani menunjuk jidat si Manejer. Semua mendukung saya.

Oke, saat itu dan sampai sekarang pun saya merasa KEREN. Happy. Saya merasa keren, bukan karena berani terhadap manejer saya. Saya merasa keren karena saya berani ambil sikap yang beda. Saya berani perjuangkan hargadiri saya tanpa perlu kehilangan control diri (tak seperti scenario scrip ending (saja) novel yang saya posting sebelum ini, wkwkwk…!). Itu saja. Saya keren! Jadi tolong jangan minta saya mencederainya. Tak perlu memprovokasi untuk membuat saya lupa diri.

“Kenapa tadi tak ditonjok saja, pasti seru tuh…!”

“Apa yang mesti ditakutkan? Sama-sama menggaruk pun, kalau gatal. Udah, hajar saja…!”

Saya keren, meski sedang galau, kwkwkwk…! Tak perlu mengajari monyet menggaruk (Bah…!) Saya paham semua resikonya. Memang rejeki urusan Tuhan, tapi soal kontrak kerja, itu manejer yang tentukan. Tugas kita sebagai manusia adalah menjadi penyebab yang baik bagi orang lain. Tapi juga tak perlu meyalahkan, mengatakan bahwa tak baik jadi penghambat rejeki orang lain. Hebat sangat, mau menghambat kehendak Tuhan? Tuhan punya aneka jalan tak terduga dalam memberi rejeki bagi hambaNYA, bukan…?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

4 Hal Penting Dalam Menulis

Saya beberapa kali dipercaya menjadi juri event menulis. Untuk naskah normal terbaik, nilai maksimal yang saya berikan adalah 8. Tapi bukan ...