Tapi sebenarnya saya tak ingin membahas kekeliruan kalimat
tersebut, sebab saya sendiri juga bukanlah pengguna bahasa Indonesia yang baik,
apalagi benar. Saya ingin bicara soal ketidaksesuaian yang lain berhubungan
dengan tema tersebut. Pahlawan dan idola itu mestinya berbeda.
Pahlawan adalah sosok unik yang muncul dari suatu persoalan.
Unik, karena dia tak seperti kebanyakan yang lainnya. Indikasinya, semakin
banyak pahlawan pasti beriringan lurus dengan semakin banyaknya persoalan Semakin
luas suatu tempat semakin komplek pula persoalannya. Jadi jika di suatu negara
ada demikian banyak pahlawan, aneka keruwetannya pun pasti banyak pula.
Pahlawan tidak melulu soal keberhasilan. Jika dia pahlawan
kemerdekaan, dia baru akan dianggap pahlawan jika sudah mati, itupun jika dia
memang layak mendapatkannya. Bahkan layak saja terkadang belum cukup. Ahli
warisnya kadang butuh bertahun untuk berjuang demi gelar pahlawan itu semata.
Itulah seperti yang dialami Bung Tomo. Setiap 10 November namanya disebut, tapi
gelar sebagai pahlawan tak kunjung diperoleh sebab ahli waris tak
memperjuangkannya. Itulah pula yang dialami oleh Sentot Alibasya, sosok yang strategi
perangnya dipelajari demikian detil oleh bangsa luar, gagal jadi pahlawan di
negaranya sendiri karena konon meninggal masih dalam keadaan jomblo… :D
Pahlawan adalah soal perjuangan. Jika cuma bicara hasil,
barangkali Pahlwan Nasional kita tak punya, sebab hampir di setiap peperangan
kita kalah selalu. Dalam proses perjuangan itulah sosok pahlawan tampil.
Dalam berjuang mengatasi merosotnya keteladanan pejabat
muncullah Arifinto yang begitu ketangkap basah nonton video porno saat sidang
paripurna, besoknya langsung mengundurkan diri dari DPR. Jadi dia pahlawan
sebagai sosok pejabat teladan. Ironis sekali dengan nasib Sentot Alibasya yang
menunggu berabad-abad dan entah sampai kapan, yaaa…!
Dalam perjuangan memberantas mafia kasus, Susno Duadji yang
ketangkap disuap muncul sebagai pahlawan. Tak ingin sendirian dihukum, diapun
bernyanyi yang membuat pusing para petinggi POLRI.
Dalam berjuang
mengatasi mafia pajak, muncul Gayus Tambunan. Begitu ditangkap karena
menggelapkan uang negara dari pajak, dia langsung berjanji. Tak
tanggung-tanggung,
“Angkat saya sebagai KAPOLRI, maka dalam 2 tahun Indonesia bebas
dari korupsi”, katanya.
Tak perlu diragukan sebetulnya keahlian orang ini. Dari
dalam penjara saja dia bisa mengurus passport, membeli tiket pesawat dan bahkan
sampai bisa nonton tennis segala. Tak mudah sebab untuk mengurusnya dia mesti
juga punya setumpuk berkas lainnya. Dan semuanya bisa dia dapatkan dengan
berkas2 yang palsu saja. Bisa dibayangkan, semua orang bisa diperintahnya cuma
dari balik penjara saja. Presiden kita saja dengan aneka kekuasaannya saja bisa
sedemikian paniknya cuma buat mengurus surat
kaleng….? Hahahaha…!
Sambung lagi nanti ya…!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar