Kenapa dulu saya sempat bercita-cita jadi Presiden sebab
jadi Presiden itu apa ya, hahaha…! Tapi yang pasti kata ‘Presiden’ itu sungguh
megah kedengarannya. Bayangkan, mendengar Presiden akan berkunjung ke
perusahaan tempat saya bekerja saja, seluruhnya menjadi tegang. Masih isu
sebenarnya, tapi nyata benar persiapannya. Manajemen sibuk berbenah. Seluruh property
mulai dari tembok bangunan perusahaan sampai ke meja dan bangku-bangku di cat
ulang. Para petinggi saling berbagi tugas,
sebab rombongan yang akan bertamu luar biasa banyaknya. Konon mencapai 250-an
orang, termasuk Wakil Presiden dan 4 orang Menteri.
Untuk memuliakan para tamu, penginapan mesti dengan
fasilitas kelas 1. Satu Event Organizer dibayar khusus untuk menambah kemegahan
acara. Rombongan penari, pemain musik dan tentu saja MC-nya mesti yang
professional pula. Transportasi dan catering terbaik siap disuguhkan. Aneka
poster dan spanduk telah dicetak. Barang-barang produksi telah siap untuk
dipamerkan, lengkap dengan para presenternya segala. Sementara kami para
cecunguk tak mau kalah sibuk. Masing-masing telah menyiapkan aneka scenario
untuk dapat bersalaman, dan syukur-syukur bisa foto bareng Presiden.
Sampai di situ? Oow, belum! Apa jadinya penginapan megah,
catering mewah, tranportasi gagah dan acara meriah jika jalan akses
satu-satunya sungguh tak ramah. Nah ini wilayahnya Kampung Rawa Sari, dan Insya
Allah juga jadi kampung saya nanti, hahaha… aamiiin…!
Doa yang aneh. Mestinya pembukaannya shalawat kan ya! Bukannya malah
ketawa. Ehh, doa yang kayak begitu di-ijabah Tuhan ga’ya…?
Oke, cukup melesetnya…!
Selain berkepentingan dengan Rawa Sari, jalan ini juga
digunakan oleh banyak perusahaan lainnya. Tapi entah bagaimana koordinasinya,
jalan ini pun sukses dibenahi. Intinya: semua sudah siap menyambut isu
tersebut. Isu? Hahaha…!
Yaa…begitulah! Kedatangan orang nomor satu itu nyata sebagai
isu. Begitu pula dengan rombongannya, Wakil Presiden dan para menteri itu.
Tapi itulah kharismanya jadi Presiden. Isu tentangnya saja
bisa demikian gempita hebohnya. Persoalannya, kegemparan begitu rupa tentu
remeh saja bagi si Presidennya. Semua orang munafik berjamaah demi
menyambutnya, eee dibatalkan begitu saja. Rakyat sebetulnya butuh dibantu, tapi
rela sok ga butuh dan sanggup mengaspal jalan sendiri demi isu kedatangannya
semata. Presiden pasti tak sempat memikirkan soal yang begituan. Urusannya
pasti banyak sekali. Saking banyaknya kitalah yang mesti perhatian padanya.
Jika dia mau lewat, kita mesti mengalah.
Dia orang penting. Jika dia terlambat, acaranya pasti jadi
tak bermutu. Susunan acara bisa dibongkar ulang. Jika perlu yang bagian ini dan
itu di-cancel saja. Tapi sebagai orang penting, mestinya kehadirannya pun juga
penting. Karena kehadirannya penting, mestinya dia kan tak perlu buru-buru. Karena penting
itulah dia ditunggu, bukan? Kalau dia bukan orang penting, mestinya kan acara itu tak perlu
menunggu. Yaa lanjut saja, tak usah ditunggu kehadirannya. Begitu, kan …? Santai sajalah,
Pak! Tak bakal ada yang berani ngomelin Bapak, iya kan ?
Orang penting itu menghargai waktu. Tapi lebih penting lagi
orang penting yang menghargai waktu orang lain yang tidak penting. Saya bisa
terlambat bekerja, jika mesti mengalah pada rombongannya yang mau lewat. Karena
saya bukan orang penting, remeh saja bagi perusahaan untuk memecat saya, bukan?
Apa untuk adu argument soal keterlambatan saya mesti bawa-bawa nama Presiden? Apa
setelah mendengar nama Presiden, keputusan pemecatan saya bisa dianulir?
*Udah ahh. Makin kacau saja postingannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar