Karakternya yang begitu kuat dalam setiap bualan saya
menggoda teman-teman sekerjaan untuk melacak keberadaan si Dian. Sebenarnya Dian bukanlah
sosok yang asing bagi mereka. Dian pernah magang/PKL di tempat kerja kami. Hanya
saja, saat itu cuma saya yang ‘ngeh’ akan keberadaannya. Mereka tahu, tapi
tidak mengenalnya Cuma saya yang punya akun Facebooknya, sampai kemudian satu persatu beberapa teman akhirnya ikut
menjadi teman kami bersama. Sampai akhirnya Dian eksis dalam keseharian kami. Elektabilitasnya
meninggi. Dian selalu menjadi trending topic di tempat kerja dan bertahan dari
pagi sampai sore. Dalam kepenatan dan tekanan suasana kerja, semua tentang Dian
yang selalu bantu semangat kami oke lagi.
Lalu apa peran saya dalam setiap lakon kehidupan nyata Dian?
Fiktif belaka. Mau Dian sedang ada pacar atau tidak, saya tak pernah peduli
padanya. Pertama, yaa…jauh bangat. Usia kami saja berbeda sekitar 12 tahun.
Gombalan pertama saya padanya malah berakhir galau dan memilukan.
”Dian, cita-citanya setelah besar mau jadi apa?” Gaya gombal saya memang meleset, hahaha…!
“Jadi guru, Oom…!” jawabnya mantap. Sialan….:-(
Gombalan saya memang aneh. Tapi sebenarnya itu bukanlah
gombalan. Awalnya saya memang sudah punya feeling, kalau suatu hari nanti dia
bakalan jadi guru. Jadi saat itu sebenarnya saya cuma sekedar bertanya karena
penasaran belaka. Dan terbukti, bukan prediksi saya saja yang benar,
cita-citanya pun kesampaian. Terlalu cepat dan hebat malahan. Tamat SMA (saya
kurang tau persis soal ini karena memang sejak habis waktu magangnya kami tak
pernah komunikasi. Lagipula dia memang jarang kelihatan di Facebook. Beda sama
saya yang hampir tiap hari narsis dan menggila, hahaha…!) langsung mengajar.
HEBAT.
Jadi tak salah jika saya merasa cocok dengannya. Dia hebat,
saya ebat, hahahaha…!
Tak jelas memang hubungan kami sebenarnya. Saya tahu (saat
itu) dia tak mungkin menerima cinta saya. Itupun jika saya memang cinta. Karena
memang saya tak pernah merasakannya (?), apalagi mengutarakannya. Kalaupun ada,
mestinya itu cuma rasa sayang sama anak kecil (hahaha…!) atau adik dan
semacamnya lah Tapi jikapun dia tak
mencintai saya, yang pasti dia menghormati saya. Setidaknya dia mau berteman
dengan saya.
Jadi hubungan kami memang sebatas disitu saja. Saya
penggemar manusia hebat, baik laki-laki maupun perempuan. Warna kulit Clarence
Seedorf itu memang hitam tua, tapi prestasinya memprovokasi saya untuk
mengidolainya. Begitulah pula dengan Dian. Eeh..Dian itu ga’ hitam lho. Apalagi
hitam tua seperti Seedorf, hahaha…! Dia wanita yang layak dikagumi, apalagi
oleh penggemar manusia berprestasi seperti saya ini. Dia layak jadi inspirator
siapa saja. Dia terlihat begitu sempurna jika saja….
*Lanjut di posting berikutnya saja, yaa…;)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar