Halaman

4 Jun 2013

Wanita, Pembalut dan Kentut


Tugas sebagai khalifah di muka bumi yang diemban Adam jelas tidak remeh. Konon, malaikat saja sempat meragukan kapabilitas Adam sampai2 Tuhan pun turun tangan ‘memaksa’ Malaikat ( dan juga Iblis) untuk sujud kepada Adam. Jadi jika Iblis sampai menolak ikut sujud, bisa dimengerti juga sebenarnya alasan keberatannya. Karena tugasnya yang tidak remeh itulah Allah menciptakan Hawa untuk menemaninya. Bayangan saya, kata ‘teman’ pada saat itu amat tinggi nilainya. Sebagai teman, Hawa itu partnernya dalam mengurus bumi. Jadi bukan sekadar teman dalam senda gurau atau sejenisnya. Di era Nabi Adam lah wanita benar-benar berada dalam posisi terhormat, sebagai teman dalam pengertian sebenarnya: partner. Laki-laki memimpin, wanita sebagai penasihatnya. Laki-laki membuat kebijakan, wanita mengawal demi tetap dalam jalurnya.Tugasnya yang hakiki sebagai partner benar-benar dipatenkan dalam Islam. Wanita tidak boleh mengimami laki-laki.

Sedemikian terhormatnya kehidupan wanita, sayangnya belakangan ini data2 yang terpapar malah mengatakan yang sebaliknya. Kehormatan itu rontok menukik menuju titik terendah dan makin terendah. Di satu kota, 99,6% wanita belum menikah sudah tidak perawan lagi. 56% pelajar SMP di kota sebelah mengakui hal yang sama. 87% mahasiswi di kota yang satunya lagi mengamini hasil survey lembaga yang ini.

Banyak yang melepas kehormatannya secara cuma-cuma, meski banyak pula demi biaya untuk mengapdet pembalutnya. Ini mengharukan. Bagaimana mungkin menurut mereka pembalut lebih penting ketimbang kehormatan? Yang tak kalah horror, banyak pula wanita yang memperlakukan diri mereka serupa pembalut itu sendiri. Dibeli hanya untuk dipakai sekali untuk kemudian dicampakkan.

???

Padahal sekarang kehormatan itu tidak cuma soal harga diri. Ada kentut yang tak boleh dipamerkan. Ada jerawat yang mesti disembunyikan. Menyembunyikan kentut tapi memamerkan aib tentu saja keliru.Menutupi jerawat tapi mengumbar aurat tentu juga keliru.Anggaran make-up makin besar, bahan pakaian makin kecil. Itulah maka ketika bedak makin tebal tapi pakaian makin tipis. Baju semakin rendah, tapi rok semakin tinggi. Ini soal tak remeh. Karena make up semahal itu tak akrab sama cuaca. Bedak setebal itu tak cuma alergi sama hujan, tapi juga bakalan rontok di hadapan panas. Semakin mahal bedaknya, semakin banyak tabu-nya.

Lain lagi soal pakaian. Ia sungguh tak ramah sama kenyamanan. Berdiri lebih tinggi masalah, tapi duduk lebih rendah juga bahaya. Mau begini melorot di sini. Mau begitu merosot di situ. Hahaah…PD amat. Payah Diri, Payah Duduk. Keliru melulu.

Padahal wanita bagi Negara serupa ibarat sholat bagi agama, sebagai tiangnya. Sulit untuk mungkir bahwa Wiro Sableng bisa jadi legenda tanpa Bidadari Angin Timur atau Ratu Duyung ikut terlibat dalam sejarahnya. Karir gemilang Gianluca Pagliuca sebagai kipper di Timnas Italia mentok gara-gara sembrono megaku bahwa dia telah tidur dengan setidaknya 1500 wanita. Ga’ usah bilang, WAW…! Jangan lupakan Bill Clinton dan Monica Lewinsky, Antazhari Azhar dan Rani Juliani atau karir AA Gym yang merosot drastic, juga karena wanita. Bahkan SBY jadi Presiden konon juga karena punya banyak pemilih wanita. Begitu banyak catatan sejarah dengan wanita sebagai tokoh utamanya. Jika aneka survei di atas benar adanya, terbayang sudah serupa apa Indonesia berikutnya. Tapi paling tidak, semoga saja semua yang baca ini bukanlah satu diantara mereka, aamiiin...!

*Tulisan saat galau, nih…! Selamat Malam!

2 komentar:

4 Hal Penting Dalam Menulis

Saya beberapa kali dipercaya menjadi juri event menulis. Untuk naskah normal terbaik, nilai maksimal yang saya berikan adalah 8. Tapi bukan ...