Halaman

22 Mei 2015

Ingin Sukses? Jadilah Menyebalkan...!



Saat kecil ditanya cita-cita dulu saya ingin jadi Presiden. Dan target pertama sebelum jadi adalah bertemu dengan Presidennya dulu. 

“Rajin belajar!”, kata orangtua saya.

Anjuran yang dulu saya taati demi cita-cita dan target ingin bertemu Presiden. Dan memang, hampir saja cita-cita saya itu berhasil.

Jaman komik Petruk dulu, untuk bertemu Presiden mesti lewat jalur istimewa. Salah satunya lewat prestasi. Prestasi akan membawamu bertatapan langsung dengannya. Dan itulah yang saya usahakan. Sayangnya,  cita-cita saya kandas, walau tinggal selangkah lagi. 

Dan sekarang, saya sudah hidup di jaman 6 Presiden yang ke semuanya gagal saya temui. Jadi betapa irinya saya terhadap mereka-mereka yang kemaren diundang, makan bareng ditraktrir, dan foto bareng dengan Presiden. Saya iri luar biasa. Saya emang gitu orangnya. Suka iri. Terhadap Mawar yang tiap hari masuk koran saja saya demikian irinya, hahaha…!

Apa sih istimewanya mereka-mereka ini? Sulit saya temukan. Mereka bisa bertemu Presiden bahkan dengan cara mengancam demo. Betapa malangnya saya yang hidup di jaman berbeda. Saya butuh kerja keras belajar siang malam demi prestasi, mereka cukup dengan gertakan? Doank….! Dan yang lebih jahatnya lagi, untuk bertemu, diundang, ditraktir makan dan foto bareng Presiden, mereka manfaatkan teman-teman seperjuangannya. Betapa menyebalkan dan suksesnya mereka ini, hahaha…!

Ada banyak jenis manusia menyebalkan dalam hidup dan pergaulan. Dalam dunia kerja misalnya selalu saja ada sosok orang yang menyebalkan, salah satunya adalah mereka yang dituding sebagai penjilat. Ada banyak sebab kenapa orang jenis ini jadi begitu menyebalkan. Ada banyak sebab kenapa orang jenis ini dianggap begitu menyebalkan. 

Pertama, sesungguhnya orang ini biasa saja, setidaknya dari segi skill atau kemampuan. Malah tak jarang pula justru di bawah rata-rata rekan kerjanya. Anehnya, biasanya pula mereka yang justru jadi bawahan kesayangan atasan. Selanjutnya lagi dan yang paling menyebalkan, laku menjilat itu bukanlah satu jenis kejahatan sebab tak bisa diperkarakan. Dan yang tak kalah menyebalkannya, orang ini biasanya juga malah selalu bersikap baik terhadap kita, orang yang begitu gempita sebal terhadapnya. Saya punya banyak sejarah pribadi bahwa teman yang begitu sebal saya terhadapnya, malah demikian begitu baiknya pula terhadap saya. Bayangkan saja betapa menyebalkannya orang yang tak mau tahu betapa menyebalkan dirinya, walau sebetulnya dia pribadi tahu bahwa dirinya begitu menyebalkan. Pusyiiiing? Hahaha….!

Jadi sebetulnya apa kejahatan yang dilakukan orang-orang seperti ini? Setelah saya coba telusuri, ternyata sama sekali tak ada. Aneh…? 

Dalam karir dia lebih sukses. Wajar, sebab dia berani tempuh aneka resiko yang akan dialaminya. Berapa banyak buku, kata-kata motivator dan kutipan-kutipan orang sukses yang intinya menyimpulkan bahwa orang yang sukses adalah orang yang berani ambil resiko. Sebab kedua, dia lebih sukses karena dia juga berani ambil cara berbeda. Ini juga sejalan dengan rumus sukses yang banyak disuarakan pihak yang sudah sukses duluan.

Berani ambil resiko dimusuhi, dijauhi dalam pergaulan. Ternyata memang tak ada salahnya. Toh, semanis apapun kelakuan kita selalu saja ada yang tak menyukai kita, bukan? Berani ambil cara yang berbeda, sebab dia sendiri ternyata tahu dan menyadari bahwa jika tempuh cara yang sama hasilnya juga pasti sama. Sudah banyak teman kerjanya yang ‘berlaku biasa’ ternyata hasilnya juga seperti biasa. Jadi walau sesungguhnya kemampuan kerjanya di bawah rata-rata, kemampuan berpikirnya justru sebaliknya. Tegas, bahwa dia lebih pintar ketimbang yang lainnya. Maka menjadi wajar jika atasan pun lebih menyukai dan memprioritaskannya, bukan?

Seorang Pak menteri beberapa waktu lalu dibully karena ketahuan mencium tangan atasannya yang kebetulan wanita, Bu Menko. Dilihat dari banyak hal memang aneh. Pertama, jika bermaksud merayu, mereka berdua sudah punya pasangan, suami dan istri masing-masing. Bukan muhrim, tak ada kaitan darah. Bermaksud sebagai tanda hormat juga tak mungkin, sebab Pak Mentri juga lebih tua ketimbang Bu Menko. Maka satu-satunya kesimpulan yang bisa terpikirkan cuma itu: Pak Menteri menjilat pada Bu Menko demi karir politiknya.

Persoalannya, mungkinkah memperkarakan prilaku menjilat? Apakah prilaku mencium tangan atasan termasuk salah satu kategori kejahatan? Tidak, sebab tak ada aturan hukum yang dilabraknya. 

Tak ada memang pelanggaran hukum. Tapi tetap berupa satu kesalahan sebab ada pelanggaran terhadap norma kepatutan. Nah ini lah biang keladi sekaligus solusinya. Biang keladi, sebab pelanggaran terhadapnya tak bisa diperkarakan. Tapi sekaligus solusi, sebab pelanggaran terhadap norma kepatutan bisa diganjar sanksi social berupa kebencian, dibully, dikucilkan dan sebagainya. Itu hukuman yang tak sepele, sebab yang menghukum bisa siapa saja dan masa hukumannya juga tak terhingga. Baiknya,  hukuman ini tak membuat kemerdekaan si terhukum jadi terjajah. Dia tetap bebas kemana dan berbuat apa saja, termasuk meneruskan kelakuannya yang menyebalkan itu, hahaha….!

*Selamat Siang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

4 Hal Penting Dalam Menulis

Saya beberapa kali dipercaya menjadi juri event menulis. Untuk naskah normal terbaik, nilai maksimal yang saya berikan adalah 8. Tapi bukan ...