Saat kecil
ditanya cita-cita dulu saya ingin jadi Presiden. Dan target pertama sebelum
jadi adalah bertemu dengan Presidennya dulu.
“Rajin belajar!”,
kata orangtua saya.
Anjuran yang
dulu saya taati demi cita-cita dan target ingin bertemu Presiden. Dan memang, hampir
saja cita-cita saya itu berhasil.
Jaman komik
Petruk dulu, untuk bertemu Presiden mesti lewat jalur istimewa. Salah satunya
lewat prestasi. Prestasi akan membawamu bertatapan langsung dengannya. Dan
itulah yang saya usahakan. Sayangnya, cita-cita saya kandas, walau tinggal selangkah
lagi.
Dan sekarang,
saya sudah hidup di jaman 6 Presiden yang ke semuanya gagal saya temui. Jadi
betapa irinya saya terhadap mereka-mereka yang kemaren diundang, makan bareng
ditraktrir, dan foto bareng dengan Presiden. Saya iri luar biasa. Saya emang
gitu orangnya. Suka iri. Terhadap Mawar yang tiap hari masuk koran saja saya
demikian irinya, hahaha…!
Apa sih
istimewanya mereka-mereka ini? Sulit saya temukan. Mereka bisa bertemu Presiden
bahkan dengan cara mengancam demo. Betapa malangnya saya yang hidup di jaman
berbeda. Saya butuh kerja keras belajar siang malam demi prestasi, mereka cukup
dengan gertakan? Doank….! Dan yang lebih jahatnya lagi, untuk bertemu,
diundang, ditraktir makan dan foto bareng Presiden, mereka manfaatkan
teman-teman seperjuangannya. Betapa menyebalkan dan suksesnya mereka ini,
hahaha…!
Ada banyak jenis
manusia menyebalkan dalam hidup dan pergaulan. Dalam dunia kerja misalnya
selalu saja ada sosok orang yang menyebalkan, salah satunya adalah mereka yang
dituding sebagai penjilat. Ada banyak sebab kenapa orang jenis ini jadi begitu
menyebalkan. Ada banyak sebab kenapa orang jenis ini dianggap begitu
menyebalkan.
Pertama,
sesungguhnya orang ini biasa saja, setidaknya dari segi skill atau kemampuan.
Malah tak jarang pula justru di bawah rata-rata rekan kerjanya. Anehnya,
biasanya pula mereka yang justru jadi bawahan kesayangan atasan. Selanjutnya
lagi dan yang paling menyebalkan, laku menjilat itu bukanlah satu jenis
kejahatan sebab tak bisa diperkarakan. Dan yang tak kalah menyebalkannya, orang
ini biasanya juga malah selalu bersikap baik terhadap kita, orang yang begitu
gempita sebal terhadapnya. Saya punya banyak sejarah pribadi bahwa teman yang
begitu sebal saya terhadapnya, malah demikian begitu baiknya pula terhadap
saya. Bayangkan saja betapa menyebalkannya orang yang tak mau tahu betapa
menyebalkan dirinya, walau sebetulnya dia pribadi tahu bahwa dirinya begitu
menyebalkan. Pusyiiiing? Hahaha….!
Jadi sebetulnya
apa kejahatan yang dilakukan orang-orang seperti ini? Setelah saya coba
telusuri, ternyata sama sekali tak ada. Aneh…?
Dalam karir dia
lebih sukses. Wajar, sebab dia berani tempuh aneka resiko yang akan dialaminya.
Berapa banyak buku, kata-kata motivator dan kutipan-kutipan orang sukses yang
intinya menyimpulkan bahwa orang yang sukses adalah orang yang berani ambil
resiko. Sebab kedua, dia lebih sukses karena dia juga berani ambil cara
berbeda. Ini juga sejalan dengan rumus sukses yang banyak disuarakan pihak yang
sudah sukses duluan.
Berani ambil
resiko dimusuhi, dijauhi dalam pergaulan. Ternyata memang tak ada salahnya.
Toh, semanis apapun kelakuan kita selalu saja ada yang tak menyukai kita,
bukan? Berani ambil cara yang berbeda, sebab dia sendiri ternyata tahu dan
menyadari bahwa jika tempuh cara yang sama hasilnya juga pasti sama. Sudah
banyak teman kerjanya yang ‘berlaku biasa’ ternyata hasilnya juga seperti
biasa. Jadi walau sesungguhnya kemampuan kerjanya di bawah rata-rata, kemampuan
berpikirnya justru sebaliknya. Tegas, bahwa dia lebih pintar ketimbang yang
lainnya. Maka menjadi wajar jika atasan pun lebih menyukai dan
memprioritaskannya, bukan?
Seorang Pak menteri
beberapa waktu lalu dibully karena ketahuan mencium tangan atasannya yang
kebetulan wanita, Bu Menko. Dilihat dari banyak hal memang aneh. Pertama, jika
bermaksud merayu, mereka berdua sudah punya pasangan, suami dan istri
masing-masing. Bukan muhrim, tak ada kaitan darah. Bermaksud sebagai tanda
hormat juga tak mungkin, sebab Pak Mentri juga lebih tua ketimbang Bu Menko.
Maka satu-satunya kesimpulan yang bisa terpikirkan cuma itu: Pak Menteri
menjilat pada Bu Menko demi karir politiknya.
Persoalannya,
mungkinkah memperkarakan prilaku menjilat? Apakah prilaku mencium tangan atasan
termasuk salah satu kategori kejahatan? Tidak, sebab tak ada aturan hukum yang
dilabraknya.
Tak ada memang
pelanggaran hukum. Tapi tetap berupa satu kesalahan sebab ada pelanggaran
terhadap norma kepatutan. Nah ini lah biang keladi sekaligus solusinya. Biang
keladi, sebab pelanggaran terhadapnya tak bisa diperkarakan. Tapi sekaligus
solusi, sebab pelanggaran terhadap norma kepatutan bisa diganjar sanksi social
berupa kebencian, dibully, dikucilkan dan sebagainya. Itu hukuman yang tak
sepele, sebab yang menghukum bisa siapa saja dan masa hukumannya juga tak
terhingga. Baiknya, hukuman ini tak
membuat kemerdekaan si terhukum jadi terjajah. Dia tetap bebas kemana dan
berbuat apa saja, termasuk meneruskan kelakuannya yang menyebalkan itu, hahaha….!
*Selamat Siang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar