Jempol terbalik saya buat acara
satu ini. Dipandu oleh chief terkenal yang tak tahu diri. Bayangkan betapa
durhakanya orang ini. Terkenal karena makanan, tapi begitu disuguhkan kepadanya
bukannya malah dinikmati malah dilempar-lempar begitu saja seenaknya bahkan
sebelum sempat dicicipinya. Ini jelas pelecehan.
Pertama, ini pelecehan terhadap
martabat makanan. Kedudukannya sebagai penentram lapar sudah dilecehkan
sedemikian rupa. Makanan hanya dianggap mampu berteman baik dg kemiskinan. Di
hadapan gengsi, jika makanan itu buruk rupa, maka cukup dicampakkan saja tanpa
perlu dirasa. Sungguh orang yang sama sekali tak punya rasa hormat pada makanan
yg ironisnya malah telah membuatnya jadi
‘seseorang’ selama ini.
“Ini bukan lomba memasak. Ini
adalah perang”, katanya.
Betapa tragisnya nasib makanan.
Makanan yang mestinya dihormati begitu rupa karena mendamaikan lapar, malah
dijadikan sebagai property perang. Agama saya mengajarkan untuk menghormati
makanan. Sejak dini saya telah diajarkan agar menghabiskan makanan yg telah
dihidangkan (dalam piring).
“… karena itu adalah rejeki”,
kata Ibu saya.
Berikutnya, ini pelehan terhadap
pemasaknya. Makanan itu sudah dimasak demikian rupa sambil bercucuran keringat.
Bayangkan saja, masakan itu dimasak dengan harap akan beroleh pujian. Tentu
saja segala daya, usaha dan kemampuan telah dikerahkan untuk menyajikannya. Ehh…Capek2
masak, dan dengan niat baik bukannya dihargai apalagi dipuji, malah pemasaknya
dipermalukan di hadapan seluruh pemirsa se-Indonesia. Apalagi selain masakannya dibuang, yang
membuatnya juga dimaki-maki dan malah sampai ditendang pula. Bahkan jika perlu
sampai diusir segala ckckck….!
Dalam agama saya bahkan sampai diperintahkan
untuk tidak ‘merobah paras’ begitu mencicipi masakan yang telah dihidangkan,
walau betapa kacau rasanya. Tujuannya, tentu saja demi menghargai orang yang
telah menyuguhkannya. Jadi, betapa tak
tau dirinya chief yang katanya terkenal ini.
Kata siapa dia terkenal? Kata
siapa masakannya enak. Coba deh suruh dia main-main ke kampung saya. Kalau dia
mau, saya bersedia untuk mensponsori lomba memasak antar warga dengan dia
sebagai salah satu peserta tamunya. Tenang saja. Semua akomodasi akan saya tanggung.
Bahkan jika butuh, dia juga tak usah ragu soal penginapan. Sangat banyak rumah
kosong yang bisa ditempatinya. Ingat yaa, rumah. R-U-M-A-H. Bukan sekedar
kamar.
Dia, dan semua peserta lainnya boleh
memasak sesuka hati dan keahliannya masing-masing. Dan kita akan adu, makanan
siapa yang akan paling banyak dipuji. Saya malah sangsi, apakah makanannya akan
dicicipi warga atau tidak, hahaha….!
Hell’s Kitchen yg begitu
digembor-gemborkan itu adalah ajang narsis dan penuh pelecehan terhadap
kemiskinan dan agama. Ajaran agama untuk menghargai makanan dan pembuatnya
diledek sedemikian rupa. Makanan adalah kebutuhan nomor satu dalam hidup
manusia. Demi makan, bahkan banyak orang yang rela menjual kehormatan dan
bahkan aqidahnya segala. Jadi kenapa ada acara lempar2 dan buang-buang makanan
begitu dibiarkan begitu saja…?
*_*
*_*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar