Itu adalah buku tersayang
saya. Saking sayangnya saya akan ‘melibatkan’ Allah, sholat istiqarah, minta
petunjuk bahkan jika Dian yang ingin meminjamnya. Padahal itu Cuma minjam,
bukan minta. Dan yang pinjam pun Dian pula. Saya punya 100-an koleksi buku.
Sudah banyak yang hilang karena dipinjam teman dan gagal memulangkannya. Tapi
jika harus memilih, saya akan pertahankan buku yang satu itu, biarpun yang lain
semuanya hilang.
Saya orang baik. Maaf,
terpaksa diceritakan. Tinggal bersama 2 orang teman. Yang satu adalah teman
yang memang saya ajak tinggal bersama, sedang yang satu lainnya menyusul
belakangan. Kasur cuma 2, dan semuanya untuk mereka. Saya sendiri tidur di
triplek, hahaha… (:
Nah, teman yang dating
belakangan inilah yang alpa, hingga ‘merusak’ buku saya. Buku yang begitu rupa
saya jaga hingga bahkan jika seorang Dian pun ingin pinjam saya tak rela.
Ehh…jadi tak karuan rupanya gegara kelalaiannya.
Saya meradang. Saya marah.
Dan meski dia sudah minta maaf, hati saya sudah keburu hancur. Remuk redam
setiap melihat buku itu. Berhari-hari dia saya diamkan. Sebab setiap
melihatnya, buku itulah pula yang terbayang melulu. Suatu hari dia pamit, entah
mau ke mana. Pamit yang normal saja, seperti biasanya.
“Bang, aku keluar ya sebentar!”,
begitu kira-kira redaksinya.
“Pergilah, kau!”, kasar
memang jawaban saya sejak kejadian itu.
“Abang keberatan kalau aku
tinggal di sini?”, katanya lagi.
“Kalau aku keberatan, , buat
apa aku kasih kau kasur, sedang aku sendiri tidur di triplek?”, jawabku masih
dalam suasana marah, meski tragedi buku itu sudah seminggu lebih berlalu.
Hening sejenak. Suasana
sungguh terasa kaku. Demi mencairkan ketegangan diambilnya sapu dan mulai
menyapu. Formalitas saja, sebab memang lantai ‘sedang’ tak begitu kotor.
“Jadi abang ingin pakai
kasur?”, tanyanya tiba-tiba…
Tuh, kan….????
Tuh, kan….????
Tidak ada komentar:
Posting Komentar