Halaman

18 Des 2013

Rumus Aqidah Akhlak

Bagi saya, lebih baik takut terhadap manusia, jika memang berani terhadap Tuhan. Banyak yang berani melanggar perintah Tuhan, tapi divonis hukuman sekian tahun oleh undang2 buatan manusia langsung pingsan. Ada malah teman saya yang saking besar nyalinya terhadap Tuhan, nekat untuk murtad. MURTAD….

Astagfirullahaladhziim…!

Tapi dia juga sudah menakar kemampuannya menghadapi manusia. Semua teman Facebook yang mengenalnya di-remove, termasuk saya tentunya. Mengisolasi diri sendiri.

“Yaa, mau (sholat) Jumat, lah! Nanti kalau Dian tau aku ga sholat bisa marah dia”, begitu jawab saya saat ditanya teman.

Jawaban itu bermaksud sebagai candaan saja. Tapi dibalik itu sebenarnya ada alasan saya yang lebih penting. Mending saya sholat karena takut sama Dian ketimbang tidak sholat sama sekali, bukan?

“Itu mah, sama saja dengan anak kecil yang disuruh sholat agar dibelikan gambar2 pokemon, misalnya?”

Tapi tetap saja bagi saya lebih baik begitu. Para koruptor, pelaku perzinaan atau perkosaan itu pasti mengerti larangan Tuhan. Tapi tetap saja nekat melabraknya. Itulah bedanya dengan saya. Saya tak berani mencuri hanya karena malu jika ketangkap. Tak berani berbuat mesum sebab takut digrebek. Bukan saya saja yang akan memikul deritanya, tapi pasti juga orang-orang dekat saya akan malu karenanya. Semua itu karena begitu takutnya saya terhadap sesama manusia. Makanya saya sungguh heran, kenapa ada yang ketangkap korupsi, tapi sembari diborgol masih Pe-De berdadah-dadah, di depan kamera pula. Saat seluruh aibnya sudah diketahui dunia, mestinya dia itu bunuh diri saja. Atau paling tidak, kabur kek, mengungsi entah kemana. Ehh, malah di tipi makin narsis saja dia.

Kekeliruan kita selama ini adalah meremehkan dosa hanya karena Tuhan Maha Pengampun Tak sembarangan tobat yang bisa diampuni olehNYA. Berbuat dosa karena Tuhan Maha Pengampun adalah melecehkan dan mengolok-olok Tuhan. Berani? Sedang memperolok-olok terhadap sesama manusia saja kita sudah dilarang.

Saya bukan ahli ibadah. Saya juga punya banyak dosa yang tiap saat saya perbuat. Tapi rumus takut kepada manusia itulah yang saya terapkan betul agar saya tidak benar-benar berani berbuat dosa. Bisa saja saya berani Tuhan, tapi saya pasti takut terhadap manusia. Bukan tanpa alasan saya berani mengatakan ini. Tuhan itu Maha Penerima Taubat. Jadi apapun dosa yang saya perbuat (diluar mempersekutukanNYA), pasti akan diampuni olehNYA jika saya bertobat. Beda sekali dengan manusia. Terhadap hubungan dengan manusia saya sudah diajarkan bahwa ‘sekali lancung ke ujian, seumur hidup orang takkan percaya’. Jika saya tak sholat tapi serius mau tobat, Tuhan pasti akan memakluminya. Tapi Dian kan bukan Tuhan. Mau digombal dan diimingi macam2 pun sepertinya sulit buatnya menerima. Bahkan saat saya rajin sholat sekalipun, sepertinya dia cuek-cuek aja tuh, hahaha…!

Post ini sebenarnya untuk seorang yang dulunya sempat begitu saya hormati. Teman satu kampung sekaligus kakak kelas yang dulunya begitu saya kagumi karena kecerdasan dan kepintarannya. Dia adalah seorang juara (seperti saya juga, hahaha…!). Di MDA (semacam sekolah tempat belajar agama, di luar yang resmi: SD) dulunya kami sekelas, sebab untuk kelas 4, 5 dan 6 SD semuanya digabung jadi satu kelas di MDA. Jadi saya pasti begitu paham bagaimana kualitasnya. Jadi, saya sama sekali tak percaya saat dikabarkan soal murtad-nya oleh seorang teman via ruang chat, sampai saya kepo sendiri.

Innalillahi wainnailaihi rojiun…!

Saya sampai tak berani bayangkan seandainya guru agama kami (alm) Z. Huriah (semoga beliau mendapat tempat yang terbaik di sisiNYA, aamiiin…!), seorang guru yang demikian killer-nya jika mendengar berita ini saat beliau masih hidup.

Salah satu gaya beliau yang melegenda dan saya rekam kuat adalah ‘mamilin pusek’, jika kami melakukan kesalahan. Jempol dan telunjuknya menjepit daging di perut kami, lalu ditarik dan dipelintir sekuatnya. Saya sendiri pernah mengalami dan trauma karenanya. Sebabnya remeh saja: lupa buat PR. Disiplin dan istiqomah soal PR saja dia bisa demikian killer-nya. Sungguh tak bisa saya bayangkan reaksinya jika mendengar seorang murid kesayangannya sampai nekad melabrak aqidah begitu.

Belakangan ini di timeline saya ramai soal agenda pemurtadan terselubung di Padang dengan topeng pembangunan sebuah Rumah Sakit megah. Saya sendiri sebenarnya tak pernah risau soal itu. Seluruh Arab pun murtad takkan pernah mengurangi sedikitpun kebesaran dan nilai-nilai ajaran Islam. Saya begitu meyakini dan amat menjaga aqidah saya sendiri. 2 guru favorit saya selama sekolah adalah yang sudah saya ceritakan di atas, dan satu lagi guru Aqidah Akhlak saya saat di MTs dulu. Kebetulan pula keduanya juga yang ter-killer diantara semua guru yang pernah mengajar saya. Saya menyukai guru killer, sebab ilmu yang diperoleh lewat kesulitan biasanya lebih nempel diingatan. Setiap cubitan, lemparan kapur, pukulan rotan atau ‘pilin pusek’ itu dan segala kesakitan lain yang saya peroleh ketika belajar menanamkan memori pelajaran lebih dalam pada otak.

Murtad adalah soal tak remeh. Itu sama saja dengan menghina Tuhan. Saya sama sekali tak menemukan alasan untuk melakukannya. Jangan coba-coba mengatasnamakan cinta. Itu akan melukai para jomblo seluruh dunia. Jangan pula katakan karena ekonomi. Pembalut itu penting. Tapi murtad karena ekonomi sama saja dengan menganggap Tuhan lebih rendah ketimbang pembalut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

4 Hal Penting Dalam Menulis

Saya beberapa kali dipercaya menjadi juri event menulis. Untuk naskah normal terbaik, nilai maksimal yang saya berikan adalah 8. Tapi bukan ...