Bagi saya, lebih baik takut terhadap manusia, jika memang
berani terhadap Tuhan. Banyak yang berani melanggar perintah Tuhan, tapi
divonis hukuman sekian tahun oleh undang2 buatan manusia langsung pingsan. Ada malah teman saya yang
saking besar nyalinya terhadap Tuhan, nekat untuk murtad. MURTAD….
Astagfirullahaladhziim…!
Tapi dia juga sudah menakar kemampuannya menghadapi manusia.
Semua teman Facebook yang mengenalnya di-remove, termasuk saya tentunya.
Mengisolasi diri sendiri.
“Yaa, mau (sholat) Jumat, lah! Nanti kalau Dian tau aku ga
sholat bisa marah dia”, begitu jawab saya saat ditanya teman.
Jawaban itu bermaksud sebagai candaan saja. Tapi dibalik itu
sebenarnya ada alasan saya yang lebih penting. Mending saya sholat karena takut
sama Dian ketimbang tidak sholat sama sekali, bukan?
“Itu mah, sama saja dengan anak kecil yang disuruh sholat
agar dibelikan gambar2 pokemon, misalnya?”
Tapi tetap saja bagi saya lebih baik begitu. Para koruptor, pelaku perzinaan atau perkosaan itu pasti
mengerti larangan Tuhan. Tapi tetap saja nekat melabraknya. Itulah bedanya
dengan saya. Saya tak berani mencuri hanya karena malu jika ketangkap. Tak
berani berbuat mesum sebab takut digrebek. Bukan saya saja yang akan memikul
deritanya, tapi pasti juga orang-orang dekat saya akan malu karenanya. Semua
itu karena begitu takutnya saya terhadap sesama manusia. Makanya saya sungguh
heran, kenapa ada yang ketangkap korupsi, tapi sembari diborgol masih Pe-De
berdadah-dadah, di depan kamera pula. Saat seluruh aibnya sudah diketahui
dunia, mestinya dia itu bunuh diri saja. Atau paling tidak, kabur kek,
mengungsi entah kemana. Ehh, malah di tipi makin narsis saja dia.
Kekeliruan kita selama ini adalah meremehkan dosa hanya
karena Tuhan Maha Pengampun Tak sembarangan tobat yang bisa diampuni olehNYA.
Berbuat dosa karena Tuhan Maha Pengampun adalah melecehkan dan mengolok-olok
Tuhan. Berani? Sedang memperolok-olok terhadap sesama manusia saja kita sudah
dilarang.
Saya bukan ahli ibadah. Saya juga punya banyak dosa yang
tiap saat saya perbuat. Tapi rumus takut kepada manusia itulah yang saya
terapkan betul agar saya tidak benar-benar berani berbuat dosa. Bisa saja saya
berani Tuhan, tapi saya pasti takut terhadap manusia. Bukan tanpa alasan saya
berani mengatakan ini. Tuhan itu Maha Penerima Taubat. Jadi apapun dosa yang
saya perbuat (diluar mempersekutukanNYA), pasti akan diampuni olehNYA jika saya
bertobat. Beda sekali dengan manusia. Terhadap hubungan dengan manusia saya
sudah diajarkan bahwa ‘sekali lancung ke ujian, seumur hidup orang takkan
percaya’. Jika saya tak sholat tapi serius mau tobat, Tuhan pasti akan
memakluminya. Tapi Dian kan
bukan Tuhan. Mau digombal dan diimingi macam2 pun sepertinya sulit buatnya
menerima. Bahkan saat saya rajin sholat sekalipun, sepertinya dia cuek-cuek aja
tuh, hahaha…!
Post ini sebenarnya untuk seorang yang dulunya sempat begitu
saya hormati. Teman satu kampung sekaligus kakak kelas yang dulunya begitu saya
kagumi karena kecerdasan dan kepintarannya. Dia adalah seorang juara (seperti
saya juga, hahaha…!). Di MDA (semacam sekolah tempat belajar agama, di luar
yang resmi: SD) dulunya kami sekelas, sebab untuk kelas 4, 5 dan 6 SD semuanya
digabung jadi satu kelas di MDA. Jadi saya pasti begitu paham bagaimana
kualitasnya. Jadi, saya sama sekali tak percaya saat dikabarkan soal murtad-nya
oleh seorang teman via ruang chat, sampai saya kepo sendiri.
Innalillahi wainnailaihi rojiun…!
Saya sampai tak berani bayangkan seandainya guru agama kami
(alm) Z. Huriah (semoga beliau mendapat tempat yang terbaik di sisiNYA,
aamiiin…!), seorang guru yang demikian killer-nya jika mendengar berita ini
saat beliau masih hidup.
Salah satu gaya
beliau yang melegenda dan saya rekam kuat adalah ‘mamilin pusek’, jika kami
melakukan kesalahan. Jempol dan telunjuknya menjepit daging di perut kami, lalu
ditarik dan dipelintir sekuatnya. Saya sendiri pernah mengalami dan trauma
karenanya. Sebabnya remeh saja: lupa buat PR. Disiplin dan istiqomah soal PR
saja dia bisa demikian killer-nya. Sungguh tak bisa saya bayangkan reaksinya
jika mendengar seorang murid kesayangannya sampai nekad melabrak aqidah begitu.
Belakangan ini di timeline saya ramai soal agenda pemurtadan
terselubung di Padang
dengan topeng pembangunan sebuah Rumah Sakit megah. Saya sendiri sebenarnya tak
pernah risau soal itu. Seluruh Arab pun murtad takkan pernah mengurangi
sedikitpun kebesaran dan nilai-nilai ajaran Islam. Saya begitu meyakini dan
amat menjaga aqidah saya sendiri. 2 guru favorit saya selama sekolah adalah
yang sudah saya ceritakan di atas, dan satu lagi guru Aqidah Akhlak saya saat
di MTs dulu. Kebetulan pula keduanya juga yang ter-killer diantara semua guru
yang pernah mengajar saya. Saya menyukai guru killer, sebab ilmu yang diperoleh
lewat kesulitan biasanya lebih nempel diingatan. Setiap cubitan, lemparan kapur,
pukulan rotan atau ‘pilin pusek’ itu dan segala kesakitan lain yang saya
peroleh ketika belajar menanamkan memori pelajaran lebih dalam pada otak.
Murtad adalah soal tak remeh. Itu sama saja dengan menghina
Tuhan. Saya sama sekali tak menemukan alasan untuk melakukannya. Jangan
coba-coba mengatasnamakan cinta. Itu akan melukai para jomblo seluruh dunia.
Jangan pula katakan karena ekonomi. Pembalut itu penting. Tapi murtad karena
ekonomi sama saja dengan menganggap Tuhan lebih rendah ketimbang pembalut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar