Halaman

30 Sep 2013

Garuda Khayalan dan Khayalan Garuda

Tantangan Hari Pertama, 1 Oktober 2013

Pancasila itu keren. Seluruh dari isinya adalah cita-cita mulia bangsa Indonesia. Sungguh suatu karya cipta yang sempurna jika saja tak ada cacat pada lambangnya: Burung Garuda. Saya sudah berulang kali bicara, posting, mengomentari tulisan atau sekadar tanya jawab dengan beberapa teman, dan termasuk pula googling tentunya. Hasilnya, saya belum menemukan jawaban yang memuaskan dahaga kritis saya.

Lambang Garuda Pancasila seluruhnya keliru. Bukan soal jumlah bulu di sana dan di situnya. Angka-angka itu demi membentuk symbol semata. Pusat kelirunya justru berada tepat pada sosok Garuda itu sendiri. Saya simpulkan saja bahwa burung Garuda itu nyata sebagai mitos belaka. Saya tak ingin beri alasannya karena terlalu panjang, tapi bersedia berdiskusi tentangnya.

Pasti keliru menempatkan mitos sebagai lambang Negara. Mitos Garuda adalah buah dari khayalan tingkat tinggi penulis fiksi hebat pencipta  aneka kisah yang memuat Garuda sebagai burung setengah manusia. Yang namanya penulis itu ya mengarang. Jadi pasti ngarang, hasil mengkhayal . Keliru jika lambang Negara ternyata cuma hasil daya khayal belaka. Jika lambang suatu Negara adalah khayalan, bisa kebayang donk, bagaimana warga negaranya. Lambang itu yaa…lambang (hahaha..!). Melambangkan apa yang dilambangkannya. Jadi jangan protes, jika Indonesia adalah negaranya tukang khayal, karena kan Lambang Negaranya juga khayalan…???

Para pengkhayal rawan jadi pemalas. Itulah kenapa meski cita-cita sepakbolanya menuju pentas dunia, tapi faktanya masih begini begini saja. Pemalas pun butuh uang juga. Enggan bekerja, tapi senang berhura-hura. Itulah kenapa meski anggaran untuk mengadakan event dan kompetisi tersedia, malah habisnya di warung kopi belaka. Diberi dana untuk mencari bakat, uangnya dibuang di tempat-tempat maksiat. Disuruh ke Papua, cari bibit-bibit muda, ehh.. sampainya di kamar hotel bersama wanita.

Saya bukan anti sepakbola Indonesia. Hampir semua kisah timnas saya ikut jadi saksinya. Doa buat Timnas Indonesia di Facebook, Twitter dan media lainnya saya aamiin kan semua. Tidak itu saja, saya sendiri ikut memimpin doanya lewat status Facebook saya. Bukan sembarang doa, karena teman-teman saya pun ikut mengamininya juga. Doa yang mestinya mujarab, sebab rata-rata teman saya itu berpendidikan tinggi dan alim-alim pula. Tapi saya sama sekali tak pernah menyebut nama Timnas Garuda, Garuda Muda, Garuda U-23 atau segala Garuda lainnya. Karena bagi saya, menuju pentas dunia itu adalah cita-cita, bukan mimpi belaka.

Cita-cita dan mimpi itu berbeda. Banyak yang sanggup mencapai cita-citanya, tapi mustahil ada yang sanggup membuat nyata mimpinya. Jokowi mengaku tak pernah bercita-cita jadi Walikota. Ehh, nyatanya sekarang malah sudah jadi Gubernur pula dia. Tapi mimpi remeh bisa jalan sama Dian saja, ini sudah bertahun saya tak bisa-bisa, hahaha…;)

*Selamat Hari Pancasila Sakti!

2 komentar:

4 Hal Penting Dalam Menulis

Saya beberapa kali dipercaya menjadi juri event menulis. Untuk naskah normal terbaik, nilai maksimal yang saya berikan adalah 8. Tapi bukan ...