Halaman

8 Sep 2013

Superman Keok

Ada uang ada barang, begitulah rumus yang sering kita dengar. Hukum itulah yang mesti kita taati. Karena siapa saja yang coba menerobosnya, cepat atau lambat akan ditimpa karmanya.

Dolar naik terus sama sekali tak ada pengaruhnya terhadap yang taat pada hukum di atas. Yang tak punya dollar tetap bisa makan. Belanja dan segala tetek bengek keperluan rumah tangganya. Orang-oang inilah yang taat pada aturan bahwa ada uang ada barang.

Percaya kepada angka-angka yang disodorkan itu kesalahan pertama. Yang dibeli itu mestinya kan barang atau jasa. Wujudnya nyata, manfaatnya terasa. Jika yang dibeli cuma sekadar angka-angka di bursa saham, itulah kekonyolan yang nyata. Kenapa membayar untuk yang tak jelas wujudnya?

Percaya pada pengusaha itu kesalahan kedua. Apalagi orangnya tidak kita kenali pula, itu kesalahan berikutnya. Bagi pengusaha intinya cuma dua. Pertama: untung. Kedua: untung sebesar-besarnya. Buat pengusaha, uang adalah segalanya. Aturan boleh ditabrak, selagi untungnya nampak. Tak ada persaudaraan soal uang, begitulah prinsip pengusaha.

Membayar mimpi atau membeli janji. Padahal kita sendiri paham betapa susahnya menepati janji? Mereka yang berkuasa saja sering tak berkutik, jika kepadanya sudah diingatkan soal janji. Apalagi ini dijanjikan oleh pengusaha yang sama sekali kita buta akan identitasnya.

Krisis ini menegur kita untuk mengembalikan uang pada kodratnya, yakni sebagai alat pembayaran. Taat pada hukum, bahwa ada uang ada barang. Siapa melanggar hukum, dialah yang dihukum.

Rakyat kecil mungkin buta hukum. Tapi mereka patuh terhadap aturan. Mereka lebih suka belanja di pasar. Itulah proses ekonomi yang menguatkan.  Yang membeli dapat barang, penjual dapat uang. Pembeli membeli, penjual nanti jadi pembeli kepada penjual lainnya yang kemudian akan jadi pembeli bagi penjual lainnya lagi. Rantai transaksinya bisa panjang sekali. Inilah transaksi yang menghidupkan.

Tegas terlihat bahwa krisis ekonomi hanyalah bagi mereka yang suka membeli angka yang memang besar di atas kertas, tapi cuma di atas kertas. Kita hidup di lapangan, bukan di atas kertas. Hidup di dunia fantasi memang asyik. Karena fantasi itulah angka2nya terlihat menarik. Superman hebat di dunia fiksi, tapi kedudukannya di dunia nyata cuma sebagai hiasan kolor budak-budak kecil di kampung saya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

4 Hal Penting Dalam Menulis

Saya beberapa kali dipercaya menjadi juri event menulis. Untuk naskah normal terbaik, nilai maksimal yang saya berikan adalah 8. Tapi bukan ...