Halaman

24 Mei 2021

Duo Pengangguran

 Walau sudah dipecat sebagai pelatih, namun Jose Mourinho tetap mengikuti perkembangan mantan timnya, termasuk Manchester United. Tadi pagi selepas menonton langsung aksi comeback MU di kandang PSG, beliau bertemu dengan Arsene Wenger, mantan pelatih Arsenal. Dua orang ini memang musuh bebuyutan, terutama sejak Mourinho melatih klub sesama London, Chelsea. Kedua gaek pengangguran ini akhirnya sarapan bareng, sembari ngobrol banyak soal banyak hal.

Wenger         :  Selamat ya, Bro! Comeback apik, di kandang lawan! MU ternyata bisa juga seperti          Arsenal jamanku. Ahlinya comeback, jagonya leg ke-2, hahaha...!

Mourinho     :  Hehehe, nyindir aku, Pak Tua? Ehh, apa kabar? Gimana bisnis racun kalajengkingnya?

Wenger      :  Sialan Kau, Anak Muda! Payah rupanya bisnis itu! Bukannya enak nyari, apalagi   ngumpulin racunnya. Kemaren nangkap udang aja aku dipatilnya. Kapok aku. Bisa-bisanya aku percaya omongan yang bilang bisnis racun kalajengking bikin cepat kaya.

Mourinho     : Gelar Profesor, tapi gituan aja bisa dikibulin, wkwkwkwk...!

Wenger         : Kau sendiri sekarang apa kegiatanmu? Banyak tuh potensi lowongan kerja. Manajemen PSG bisa ribut gegara kekalahan malam tadi. Atau bahkan Real Madrid, mantan klub lamamu.

Mourinho     : Ga ahhh! Walau belum setua kamu, aku dah capek kerja berat-berat. Tadi aku ditelpon Michael Essien. Dia ngajak aku ke Indonesia.

Wenger         : Emang mantan anggotamu itu sekarang main di mana?

Mourinho     : Dia masih di Indonesia katanya. Tapi udah ga punya klub sekarang.

Wenger         : Lah, ngapain kau ikut dia ke Indonesia? Mau numpang hidup? Sesama pengangguran kok saling merepotkan? Atau ada klub sana yang minat pakai jasamu?

Mourinho     : Kan sudah kubilang, aku sudah capek kerja yang berat-berat!

Wenger         : Jadi?

Mourinho     : Aku fokus mau nganggur saja! Essien bilang, di sana yang menganggur akan digaji. Nah, karena sudah menganggur lebih dari 3 bulan, ada kemungkinan juga bakal dikasih THR.

Wenger         : Oowh... (pusing) 

 ***

NB: Repost dari akun lama yang hangus

Upload

 Pagi-pagi sekali Slash sudah bertamu ke rumah temannya sesama gitaris, Richie Sambora.

Slash                      :  Hi, selamat pagi! Apa kabarmu, Bro?

Richie Sambora   :  Owh, pagi juga! Kabar baik! Ada apa nih, pagi-pagi begini kau datang? Mau minjam duit? Lagi? Hahaha...!

Slash                      :  Sialan! Bisa saja, Kau!

Richie Sambora    :  Sudah lama ya, kita ga pernah ketemu? Aku turut senang, akhirnya Kau dan Axl baikan lagi. Bahkan sampai bikin tur reuni Guns N Roses segala. Malah kudengar kalian sudah bersiap rekaman album baru ya? Ceritain, donk!

Slash                 :  Yaaa, biasa aja! Kita ini sudah tua-tua. Apalagi kita publik figur pula, yang diharapkan sebagai panutan bagi orang-orang. Terutama bagi fans, penggemar kita yang masih muda-muda. Tak elok juga musuhan terus. Mestinya kau dan Jon (Bon Jovi) begitu pula, kan? Kudengar kalian juga sudah punya rencana bikin tur reunian juga?

Richie Sambora     :  Bukan tur, tapi konser! Sudah kami lakukan. Kecil-kecilan saja. Aku sudah tua. Ingin lebih banyak waktu istirahat bersama keluarga. Lagipula, dunia politik sedang panas, hahaha...!

Slash                    :  Kau benar! Kudengar waktu itu kau batal ikut Bon Jovi ke Indonesia karena politik ya? Hahaha...!

Richie Sambora    :  Hahaha...! Ehhh, tapi bagaimana kau bisa tahu?

Slash                    :  Aku kenal seorang di Indonesia yang menyebalkan betul. Katanya Kau tak ikut ke Indonesia karena anti Jokowi, kan? Hahaha...!

Richie Sambora    :  HAH...!? Sepertinya aku tahu siapa yang Kau maksud. Bocor aluih sakaliliang juo kiro e paja tu. Baserak-serak kecek den dibuek e. Hati-hati Kau sama dia! Aku pernah diomelin habis-habisan sama Jon gegara mulut embernya itu.

Slash                  :  Tapi sama aku mana berkutik dia, hahaha...! Jadi berarti benar, Kau batal ke Indonesia karena politik?

Richie Sambora    :  Aku yakinnya begitu. Musisi-musisi pendukung oposisi sulit mendapat panggung. Kau lihat saja band-nya si Babang Tamvan, Andhika! Kapan Kangen Band terakhir manggung? Bahkan teman kita Ahmad Dhani sekarang dipenjara karena berseberangan dengan pemerintah.

Slash                     :  Aku ga ngerti politik, Bro! Emang Jokowi itu sebetulnya siapa, sih?

Richie Sambora    :  Kalau ingin kenal upload aja Jokowi Apps, Bro!

Slash                     :  Upload? Download maksudnya?

Richie Sambora    :  Loh, dia sendiri yang bilang begitu!

Slash                     :  Dia siapa?

Richie Sambora    :  Yaa, Jokowi lah!

Slash                     :  Yaa, salaaaaam! Jokowi itu memangnya siapaaaaa? Arrrggghhh....

Richie Sambora    :  Seorang calon sekaligus presiden di negara teman kita yang kau sebut tadi.

Slash                     :  Calon Presiden? Presiden ga paham apa itu upload? Apa itu download?

Richie Sambora    :  Kau tahu, dia bahkan ingin membawa Indonesia maju, menuju era industri 4.0?

Slash                     :  HAH....!?

Richie Sambora    :  Biasa aja kali, Bro! Kalau sudah upload itu apps, Kau bakal kenal lebih dekat siapa itu Jokowi.

Slash                      :  Download, bukan upload! Ahh, Kau! Ogah!

Richie Sambora    : Yaa, terserah! Kau tadi yang ngotot mau tahu siapa itu Jokowi, kan?

Slash                     :  Aku sudah tau!

Richie Sambora    :  Trus kalau sudah tahu kenapa tadi ngotot mau tahuuuu, arrrrrrgh...!?

Slash                  :  Cuma mau memastikan. Kemaren itu kan ada hestek yang jadi TTWW, Uninstall Jokowi? Berarti beneran donk, Jokowi itu virus? Jadi kenapa harus download? Uninstall ajaaaa...!

Tamat.

***

NB: Repost dari akun lama yang hangus

Harga Buku Rekreasi Hati Naik, Jokowi Salahkan Pendukungnya

Hari pertama September 2019 ini, Indonesia dikejutkan dengan naiknya harga buku Rekreasi Hati. Setelah berkali-kali tertunda, Siraul Nan Ebat, sang penulis ternyata benar-benar membuktikan ancamannya. Ancaman, sebagaimana yang tertulis pada postingan Facebooknya sesaat sebelum Pilpres, pertengahan April lalu. Jika Jokowi terpilih lagi sebagai presiden, harga buku Rekreasi Hati dipastikannya akan naik. Postingan itu sendiri telah hilang, seiring di-suspend-nya akun penulis, pertengahan Juli lalu.

Kepastian naiknya harga buku tersebut dibenarkan oleh seorang Para Penggaruk (Nama Fans Base-nya: red) calon pembelinya.

"Iya, Mas! Naiknya diam-diam. Tengah malam tadi. Sebelumnya cuma lima puluh, sekarang naik jadi lima lima," kata Para Penggaruk yang enggan disebut namanya tersebut.

Sementara sang penulis sendiri belum bisa dihubungi. Awak Halo Selebriti yang mencoba menghubunginya melalui WA, sampai saat ini belum menerima balasannya. "Masih centang satu," kata reporternya.

Berita naiknya harga buku calon terkenal tersebut tak luput dari perhatian presiden Jokowi. Dicecar wartawan karena namanya dikait-kaitkan dengan kenaikan harga tersebut, beliau menanggapinya dengan santai.

"Kenapa nanya saya? Salah kalian dong, kenapa kemaren nyoblos saya, hehehe...!" jawabnya seperti biasa, tanpa beban.

"Tapi, Pak! Dalam situasi seperti ini, menaikkan harga buku keren seperti itu bukanlah hal yang bijaksana!" desak para wartawan yang mengerumuninya.

"Itu kan, anu! Harganya masih ... masih ... masih sangat anu sekali. Sudah ya! Itu bukan urusan saya. Coba tanya itu, Pak Menteri!" elaknya sambil menjauh dari kerumunan.

"Yang gaji kamu siapa?" Pak Menteri balik bertanya, kemudian kabur.

End.

***

NB: Repost dari akun lama yang hangus

Lihatlah Ibumu, Indonesia!

Aku tak tahu Sukmawati itu siapa.
Yang kutahu Sinto Gendeng adalah bekas gendak Tua Gila Dari Andalas yang gagal move on.
Nenek genit si tukang ngompol.
Matanya lamur, kebayanya bau pesing.
Kondenya sangatlah seram.
Menancap langsung di batok kepala.
Hiiii...!
Ngeriii...!

Lihatlah!
Itukah ibumu, Indonesia?

Aku tak tahu Sukmawati itu siapa.
Tapi kutahu Bung Tomo iti siapa.
Dua Jendral Inggris mati di Surabaya mendengar takbirnya.
Belum pernah terjadi dalan sejarah perang sebelumnya.

Aku tak tahu Sukmawati itu siapa.
Tapi aku tahu Bilal bin Rabah.
Manusia di jamannya menggigil mendengar suaranya.
Kumandang adzannya terdengar di seluruh dunia.
Lafadz adzannya dicover dimana-mana.
Termasuk oleh Bapakku,
yang jadi gharim di Mesjid Al-Ihsan Ampang Gadang.
Kenal?
Bahkan di kampung sendiri aku kalah ngetop ketimbang sepedanya.
Entahlah, sama sepeda Pak Jokowi.

Puisi Gagal

***

  NB: Repost dari akun lama yang hangus

Naga Bonar : Ustadz Favorit

Naga Bonar :  Lukman, kenapa ustadz favoritku tak Kau masukkan dalam daftar? Kecewa! Betul-betul aku kecewa. Padahal kalau bukan karena aku sama si Bujang, mulut Kau itu dulu tidak berasap.

Lukman         :  Ini bukan soal favorit atau tidak, Bang! Nama-nama itu semua berdasar masukan dari tokoh agama, ormas agama dan tokoh masyarakat.

Naga Bonar :  Hey Lukman, Kau kenal Naga Bonar kan? Aku ini Jendral. Aku minta, Kau masukkan ustadz favoritku itu dalam daftar. Dia orang kampung kita juga!

Lukman         :  Aku kan sudah bilang, ini bukan soal favorit atau tidak! Ada ketentuan-ketentuannya. Tak semua bisa dimasukkan, Bang! Harus yang kompetensi keilmuwannya tinggi, reputasinya baik dan...

Naga Bonar :  Yang namanya ulama itu sudah pasti berilmu tinggi, Lukmaaaan! Bahhh!

Lukman         :  Makanya dengerin dulu aku selesai ngomong, Bang! Juga harus yang punya komitmen kebangsaan yang tinggi. Bukan yang anti NKRI.

Naga Bonar :  Hey Lukman, Kau percaya aku cinta NKRI, kan?

Lukman         :  Yaa, percayalah, Bang! Karena itulah Abang dulu aku kasih pangkat Marsekal Medan, tapi abang ga mau, makanya cuma dapat yang lebih rendah, Jendral.

Naga Bonar :  Nah, itu dia! Aku ini sekolah bambu pun tak tamat. Melihat peta saja aku tak bisa. Itulah kenapa si Mayooor....

Lukman         :  Jam tangan.

Naga Bonar :  Ya, itulah kenapa si Mayor jam tangan itu pusing waktu kutunjuk dapur Maknya! Pokoknya begitulah! Aku, si Bengak Bujang yang sudah dimakan cacing itu, bahkan si Maryam yang di kantor polisi dijuluki si dompet itu juga cinta NKRI, padahal kami semua pencopet. Lalu kenapa bisa Kau bilang ada ulama yang anti NKRI? Apa menurut Kau kami ini lebih baik daripada ulama-ulama yang tak Kau tulis itu? Pencopet lebih baik daripada ulama? Apa kata dunia?

Lukman         :  Yaa, tidak begitu juga lah, Bang! Tak masuk daftar bukan berarti tak layak jadi ulama.

Naga Bonar :  Hati-hati Kau, Lukman! Kau ini sudah macam Belanda-Belanda itu kutengok. Tukang adu domba!

Lukman         :  Tak ada maksud mengadu domba ulama, Bang! Ini cuma menjawab permintaan banyak masyarakat yang minta muballigh rekomendasi dari Kemenag.

Naga Bonar :  Macam alasan, Kau! Sudahlah, berhenti sajalah Kau jadi Menteri. Baiknya Kau dagang beras aja, macam dulu lagi. Ada mantan Menteri yang dagang beras omsetnya mencapai 400 Triliunan tak tau, Kau?

Lukman         :  Bang, jabatan Menteri ini amanah rakyat, Bang!

Naga Bonar :  Maka itu kusuruh Kau mundur, sebelum dipecat. Kau takkan kuat Lukman! Diturunkan pangkat jadi Sersan Mayor saja Kau pingsan, padahal biar turun pangkat Kau tetap Mayor. Nah bagaimana pula bila kau dipecat? Kau mau mati suri?

Lukman         :  (hening)

Naga Bonar :  Kau dengar aku, Lukman?

Lukman         :  Akan kupikirkan, Bang!

Naga Bonar :  Kau kuperintahkan mundur, bukan berpikir! Paham!

Lukman         :  Iya, Bang! Akan kupertimbangkan.

Naga Bonar :  Apalagi yang akan Kau pertimbangkan, Lukmaaaaaan?

Lukman         :  Memasukkan ustadz favorit Abang dalam daftar.

Naga Bonar :  Arrrrrgh...!

Tamat.

 ***

NB: Repost dari akun lama yang hangus

Dialog Jainuddin dan Abu Garuk

Dengan senang hati seperti biasanya, Jainuddin menyambut kedatangan Abu Garuk. "Terima kasih, Pak Abu! Pak Abu bersedia berjumpa dengan saya. Saya mengikuti Pak Abu sudah lama. Apa yang Pak Abu lihat, soal Indonesia akhir-akhir ini?"

"Susah saya update status kadang-kadang, Pak! Setiap kali saya posting misalnya, selalu dikomen 'Ratna' atau 'tol'. Sepertinya itulah template komen hasil briefing dari kakak pembina mereka, Pak! Saya sering bilang, 'kenapa kalian komen selalu begitu, padahal kan banyak ide-ide lainnya?' Tapi begitulah memang mereka, Pak!" jawab Abu Garuk.

"Itu di mana-mana, Pak Abu?" selidik Jainuddin.

"Di mana-mana, Pak! Bapak bisa lihat postingan saya selama ini, kan?" Abu Garuk balik bertanya.

"Rata-rata di mana-mana ya, Pak Abu?" Seolah tak percaya Jainuddin bertanya lagi.

"Mereka panik melihat banyaknya tokoh-tokoh, artis, pejabat, mulai dari menteri, kepala daerah sampai kepala desa mendukung Bapak. Dari ujung Aceh sampai Madura, sampai ujung Sorong. Jadi saya lihat semuanya mendukung dan berharap sama Bapak. Itu yang saya lihat, Pak!" Abu Garuk menjelaskan dengan berapi-api.

Hening sesaat....

"Jadi begini, Pak! Kadang kita merasa gatal. Boleh saja digaruk sekadar dan pada tempatnya. Gatal itu bisa menular, Pak! Jadi kalau menggaruk tidak pada tempatnya, gatalnya bisa menjalar ke mana-mana, Pak! Dan harus kita ingat, sehebat-hebatnya Superman, bila gatal dia menggaruk juga." Abu Garuk melanjutkan penjelasannya.

"Jadi saran Pak Abu, apa yang harus saya lakukan?" Jainuddin bertanya dengan hati-hati.

"Bapak harus jaga diri. Terutama, Bapak harus jaga omongan. Makin tinggi monyet memanjat, makin terang pula bokongnya terlihat. Jadi kalau ada misalnya yang berjanji membawa kita maju menuju era 4.0, tapi tak tahu beda upload dengan download, pasti kita tahu. Dia sedang membual." Dengan gamblang Abu Garuk memberikan petuahnya.

Sementara itu mata Jainuddin mulai berkaca-kaca. "Mungkin ada lagi pesan, atau harapan-harapan dalam perjuangan kita?"

Panjang lebar kemudian Abu Garuk menyampaikan pandangannya. "Tapi kita kan tahu, bahwa kadang-kadang mata kita ini tertipu. Saya pernah dapat nasi bungkus, Pak! Saya pikir rendang, setelah digigit ternyata lengkuas. Jadi saya masih berpikir, jangan-jangan saya juga tertipu sama Bapak.

Akhirnya saya datangi para pejabat yang saya yakini orang baik. Sebab orang baik pasti dukung orang baik juga kan, Pak? Tapi setiap kali nama Pak Sono disebut, selalu dia koreksi dan bisiki saya. 'Jainuddin,' katanya, Pak!

Dua kali dia bisiki saya, Pak! Kalau satu kali saya masih belum yakin. Bisa jadi saya salah dengar. Tapi sekali lagi dia bisikkan koreksinya ke telinga saya. 'Jainuddin,' katanya.

Saya masih belum yakin kan, Pak! Di akhir pertemuan, sebelum pulang saya diajak ke kamarnya. Dan di situ jelas-jelas dia mengatakan. 'Jainuddin,' katanya, Pak!"

"Dia bilang begitu?" Dengan terisak Jainuddin bertanya.

Entah mendengar atau tidak, Abu Garuk terus melanjutkan. "Lama saya berpikir. Setiap malam saya sulit tidur, kenapa dia begitu? Akhirnya saya berpikir bahwa ini harus saya sampaikan. Seumur hidup, saya akan mati dalam penyesalan. Hai Abu Garuk, kenapa tidak kau sampaikan?

Nah, jadi setelah ini, selesai. Saya telah sampaikan. Plong. Malam ini saya bisa tidur lelap."

Jainuddin terlihat beberapa kali mengusap matanya yang berkaca-kaca.

Sementara Abu Garuk terus melanjutkan. "Fitnah tentu banyak. Kalau Bapak nanti memang terpilih, terkait pribadi saya, dua saja. Pertama, tolong nanti acara syukurannya, artis-artis Bollywood juga diundang. Kedua, minta Facebook memulihkan akun saya!

"Saya bukan orang kaya, Pak! Akun Facebook saya di-banned. Padahal itu sumber mata pencarian saya. Saya hanya bisa kasih Bapak rantai sepeda. Dan karena nama Bapak sudah harum, seperti kata Ucup Mankur, saya pikir Bapak tak butuh lagi minyak wangi. Bapak lebih butuh oli kotor, agar rantai sepedanya awet dan tak mudah putus lagi."

Jainuddin menatapnya dengan banjir air mata.

Tamat.

 ***

NB: Repost dari akun lama yang hangus

4 Hal Penting Dalam Menulis

Saya beberapa kali dipercaya menjadi juri event menulis. Untuk naskah normal terbaik, nilai maksimal yang saya berikan adalah 8. Tapi bukan ...