Halaman

24 Mei 2021

Dialog Jainuddin dan Abu Garuk

Dengan senang hati seperti biasanya, Jainuddin menyambut kedatangan Abu Garuk. "Terima kasih, Pak Abu! Pak Abu bersedia berjumpa dengan saya. Saya mengikuti Pak Abu sudah lama. Apa yang Pak Abu lihat, soal Indonesia akhir-akhir ini?"

"Susah saya update status kadang-kadang, Pak! Setiap kali saya posting misalnya, selalu dikomen 'Ratna' atau 'tol'. Sepertinya itulah template komen hasil briefing dari kakak pembina mereka, Pak! Saya sering bilang, 'kenapa kalian komen selalu begitu, padahal kan banyak ide-ide lainnya?' Tapi begitulah memang mereka, Pak!" jawab Abu Garuk.

"Itu di mana-mana, Pak Abu?" selidik Jainuddin.

"Di mana-mana, Pak! Bapak bisa lihat postingan saya selama ini, kan?" Abu Garuk balik bertanya.

"Rata-rata di mana-mana ya, Pak Abu?" Seolah tak percaya Jainuddin bertanya lagi.

"Mereka panik melihat banyaknya tokoh-tokoh, artis, pejabat, mulai dari menteri, kepala daerah sampai kepala desa mendukung Bapak. Dari ujung Aceh sampai Madura, sampai ujung Sorong. Jadi saya lihat semuanya mendukung dan berharap sama Bapak. Itu yang saya lihat, Pak!" Abu Garuk menjelaskan dengan berapi-api.

Hening sesaat....

"Jadi begini, Pak! Kadang kita merasa gatal. Boleh saja digaruk sekadar dan pada tempatnya. Gatal itu bisa menular, Pak! Jadi kalau menggaruk tidak pada tempatnya, gatalnya bisa menjalar ke mana-mana, Pak! Dan harus kita ingat, sehebat-hebatnya Superman, bila gatal dia menggaruk juga." Abu Garuk melanjutkan penjelasannya.

"Jadi saran Pak Abu, apa yang harus saya lakukan?" Jainuddin bertanya dengan hati-hati.

"Bapak harus jaga diri. Terutama, Bapak harus jaga omongan. Makin tinggi monyet memanjat, makin terang pula bokongnya terlihat. Jadi kalau ada misalnya yang berjanji membawa kita maju menuju era 4.0, tapi tak tahu beda upload dengan download, pasti kita tahu. Dia sedang membual." Dengan gamblang Abu Garuk memberikan petuahnya.

Sementara itu mata Jainuddin mulai berkaca-kaca. "Mungkin ada lagi pesan, atau harapan-harapan dalam perjuangan kita?"

Panjang lebar kemudian Abu Garuk menyampaikan pandangannya. "Tapi kita kan tahu, bahwa kadang-kadang mata kita ini tertipu. Saya pernah dapat nasi bungkus, Pak! Saya pikir rendang, setelah digigit ternyata lengkuas. Jadi saya masih berpikir, jangan-jangan saya juga tertipu sama Bapak.

Akhirnya saya datangi para pejabat yang saya yakini orang baik. Sebab orang baik pasti dukung orang baik juga kan, Pak? Tapi setiap kali nama Pak Sono disebut, selalu dia koreksi dan bisiki saya. 'Jainuddin,' katanya, Pak!

Dua kali dia bisiki saya, Pak! Kalau satu kali saya masih belum yakin. Bisa jadi saya salah dengar. Tapi sekali lagi dia bisikkan koreksinya ke telinga saya. 'Jainuddin,' katanya.

Saya masih belum yakin kan, Pak! Di akhir pertemuan, sebelum pulang saya diajak ke kamarnya. Dan di situ jelas-jelas dia mengatakan. 'Jainuddin,' katanya, Pak!"

"Dia bilang begitu?" Dengan terisak Jainuddin bertanya.

Entah mendengar atau tidak, Abu Garuk terus melanjutkan. "Lama saya berpikir. Setiap malam saya sulit tidur, kenapa dia begitu? Akhirnya saya berpikir bahwa ini harus saya sampaikan. Seumur hidup, saya akan mati dalam penyesalan. Hai Abu Garuk, kenapa tidak kau sampaikan?

Nah, jadi setelah ini, selesai. Saya telah sampaikan. Plong. Malam ini saya bisa tidur lelap."

Jainuddin terlihat beberapa kali mengusap matanya yang berkaca-kaca.

Sementara Abu Garuk terus melanjutkan. "Fitnah tentu banyak. Kalau Bapak nanti memang terpilih, terkait pribadi saya, dua saja. Pertama, tolong nanti acara syukurannya, artis-artis Bollywood juga diundang. Kedua, minta Facebook memulihkan akun saya!

"Saya bukan orang kaya, Pak! Akun Facebook saya di-banned. Padahal itu sumber mata pencarian saya. Saya hanya bisa kasih Bapak rantai sepeda. Dan karena nama Bapak sudah harum, seperti kata Ucup Mankur, saya pikir Bapak tak butuh lagi minyak wangi. Bapak lebih butuh oli kotor, agar rantai sepedanya awet dan tak mudah putus lagi."

Jainuddin menatapnya dengan banjir air mata.

Tamat.

 ***

NB: Repost dari akun lama yang hangus

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

4 Hal Penting Dalam Menulis

Saya beberapa kali dipercaya menjadi juri event menulis. Untuk naskah normal terbaik, nilai maksimal yang saya berikan adalah 8. Tapi bukan ...