Hari-hari biasa di luar Ramadhan,
Kantin Mba’ Desi adalah salah satu pilihan penentram lapar kami para karyawan
perusahaan tempat saya bekerja. Salah satu indikasi mutu hidup manusia adalah
soal makan (siang). Jika mesti ditulis di buku hitam kantin, pasti sulit bicara
soal mutu hidup. Apalagi jika ingin bicara soal bursa saham, investasi, nilai
tukar atau obligasi. Pasti tak bakal nyetel, hahaha…
Ketimbang nasi Padang, makanan di kantin ini kalah
segalanya. Dari soal selera sampai masalah harga. Celakanya, bagi saya yang
galau financial itulah pilihan terbaiknya. Karena boleh dicatat dulu di diary, hahaha...!
Oh ya, satu lagi: pelayannya itu lho, mirip Catherine Zeta Jones (my
wet dream actress, :) kalau dilihat dari Puncak Jembatan Barelang pakai
pipet yang ujungnya udah tergigit-gigit, hahaha…!
Tapi memang begitulah cuma mutu
hidup saya. Demi menghibur diri sendiri saya sering melakukan ‘penggalauan
massal’ pada teman-teman lain saat kami berbaris antri mengambil makan siang,
“Kalian
sekali-kali makan nasi Padang lah sana! Jangan di kantin
Mba’ Desi melulu”, kata saya yang otomatis langsung disambut teriakan,
“huuuuu…”
“Sekali-sekali makan di kantin Mba’ Desi ah…!” Kadang-kadang begitulah gaya
saya, ngomong tanpa ekspresi, tapi sengaja agak dikeraskan biar yang lain
dengar, hahahaha…!
Setan memang telah ditahan selama
bulan Ramadhan ini. Tapi setan juga telah bersiap sebelumnya. Karena bukan
manusia saja yang merasakan beratnya berpuasa, setan pun merasakan hal yang
sama. Jangankan manusia yang alim, bahkan koruptor pun sulit mereka goda untuk
tidak berpuasa. Itulah makanya mereka memandatkan semua tugas selama Ramadhan
ini kepada teman-teman akrab manusia. Rokok, bungkus indomie termasuk juga
aneka tontonan seperti ‘Hallo Selebriti’. Pokoknya apa saja, yang penting puasa
kita rontok, minimal rusak. Itulah makanya melihat pipet saja kita bisa merasa
galau, hahaha…!
Puasa mengembalikan sesuatu pada
fitrahnya masing-masing, termasuk makanan. Makanan yang sekarang jadi salah
satu symbol gengsi juga akan kembali pada kedudukan awalnya sebagai penentram
rasa lapar. Pada saat inilah martabat indomie setara dengan ayam goreng. Rumah
Makan Janjang Sambilan tak lagi bisa menegaskan gengsinya terhadap Kantin Mba’
Desi (kantin perusahaan tempat saya bekerja). Jika terhadap orang yang berpuasa
dihadapkan ayam goreng dia takkan bergeming. Sebaliknya buat yang lemah iman,
bungkus indomie pun akan terlihat sexy.
Manusia juga kembali kepada
fitrah awalnya. Jika dia beriman, maka dia akan berpuasa. Pun sebaliknya, karena
yang diperintahkan untuk puasa hanya orang-orang yang beriman. Jadi orang yang
tak berpuasa itu sendiri sebenarnya sadar atau tidak telah menjelaskan bahwa
dia memang bukan orang yang beriman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar