“Raul, tolongin donk! PR Matematika
anakku ini. Kan
kabarnya kau ini dulu jagonya Matematika!”, pinta temanku.
“Sori ya! Sekarang saya lebih suka
menggunakan otak untuk berpikir masa depan. Bukan untuk mengingat-ingat
kejayaan silam”, elakku.
Sebenarnya saya ingin sekali
membantu. Apalagi bagi orang yang sudah meninggikan saya serupa itu.
Masalahnya, saya ternyata sama sekali tak sanggup melakukannya. Semua hal yang
dulunya saya begitu jago, sekarang malah cuma menegaskan bahwa saya ini bego’.
Saya merasa sudah keburu tua, jadi soal-soal begitu semua sudah di luar kepala
(lupa, maksudnya…!)
Jawaban saya versi aslinya
sebenarnya begini, “Saya ini sudah tua. Sudah lupa
semua pelajaran-pelajaran sekolah dulu”
Begitu jawab saya yang sebenarnya.
Belakangan saya menyadari, jawaban sebenarnya itu juga masih keliru.. Karena
saya merasa sudah keburu tua, saya menolak untuk bisa. Padahal matematika
adalah ilmu pasti (kata orang…?). Bagaimana mungkin untuk hal-hal yang sudah
pasti itu saya yang sudah dianggap sebagai pakarnya tak bisa berbuat apa-apa.
Saya jadi teringat sama Sir.
Alex Ferguson, pelatih klub sepakbola Manchester United. Saya tak habis pikir,
bagaimana mungkin kakek (umurnya sudah di atas 70 tahunan) setua itu masih
sanggup berpikir cara mengalahkan klub Real Madrid di babak 16 besar Liga
Champions musim ini, 2012/2013. Padahal sepakbola bukanlah matematika. Lawannya
Real Madrid pula.
Siapa saja yang mesti dijadikan
starter. Van Persie dan Rooney, atau Cicharito? Siapa pengganti Kagawa yang
lagi cedera. Kipernya, De Gea yang labil tapi main bagus di leg 1, atau
Lindgard yang lebih senior tapi minim jam terbang? Itu baru soal starting
line-up. Belum soal strategi. Harus menang atau cukup ngincar hasil imbang?
Tapi bagaimana jika Madrid
cetak gol duluan?
Itu juga masih strategi
coret-coretan di atas kertas. Padahal intinya di lapangan. Bagaimana jika
ternyata salah satu pemainnya terkena kartu merah? Apa yang mesti dilakukan?
Siapa yang mesti diganti dan siapa penggantinya.
Itu baru soal strategi. Kakek tua
itu juga mesti tahu soal-soal kejiwaan. Masalah beban mental dan psikologi.
Manchester United adalah harapan Negara. Chelsea
yang juara bertahan sudah keok duluan. Demikian juga si ‘Tetangga Berisik’ Manchester City bahkan di babak penyisihan saja
sudah tak berdaya. Arsenal yang diharapkan juga lagi kembang-kempis menyusul
kekalahan di kandang sendiri, telak 1-3 dari Muenchen (sebagai Gonners,
sebenarnya saya ga tega nulis beginian). Jadi MU satu-satunya harapan Inggris.
Itu soal mental. Soal-soal
kedokteran dia juga mesti menguasainya. Sanggup ga Si Evra yang sudah 35an
beradu sprint sama Ronaldo yang sedang di usia emasnya, misalnya? Berapa menit
Van Persie yang baru sembuh dari cedera ‘takilia’ bisa berada di lapangan?
Itu semua baru soal 1 pertandingan.
Padahal setiap minggunya kadang sampai ada 3 pertandingan, dengan lawan,
strategi dan kondisi yang juga berbeda. Bagaimana mungkin si Kakek ini bisa
menghadapi itu semua. Otak seperti apa yang dia punya?
Memang pada akhirnya timnya gagal
menghadapi Real Madrid. Tapi pasti tak mengurang kebesaran seorang Alex
Ferguson. Toh sampai tulisan ini di posting MU masih memuncaki klasemen Liga
Inggris dengan keunggulan yang masih cukup besar ketimbang para pesaingnya.
Saya membayangkan jika saja si Kakek
Tua itu memilih pensiun dan hidup ‘sendirian’ di kampungnya karena merasa sudah
tua, dia akan segera ‘mati’. Mati tanda kutip karena dia bisa jadi mati beneran
atau cuma mati jiwa. Jauh dari sepakbola yang dicintainya tentu membuat jiwanya
amat menderita. Itulah kenapa banyak orang2tua sederhana yang tetap memilih
tinggal di kampong ketimbang ikut sama anaka menantunya di kota yang memang jauh dari jiwanya. Berpisah
dari kebun dan cangkul itu membuatnya kehilangan jiwa. Bukan kehilangan yang
remeh, karena ditinggal kekasih saja seorang pemuda gagah perkasa bisa jadi
Cuma seonggok mayat yang tergantung di tali raffia. Itu banyak ditemukan di
Negara saya. (Oh ya, kebetulan I’m an Indonesian, hahaha…!). Apalagi kehilangan
jiwa, bagi kakek setua itu.
Ternyata semua cuma soal sederhana.
Kakek ini menolak pensiun karena merasa masih muda. Tak tau diri memang. Tapi
narsis itulah yang membuatnya tetap eksis sampai sekarang. Tua itu pasti. Tapi
menjadi Tua Keren itu pilihan.
Postingan ini untuk menjawab komentar seorang teman di Facebook kenapa saya
masih suka update status (dan nonton ‘Hallo Selebriti’, hahaha…!)
gambar back ground -nya keren tapi membuat koneksi lelet....ganti dong....
BalasHapus