Kenapa marak cerita perselingkuhan, drama rumah tangga atau roman berkedok religi dengan setting asrama atau pesantren? Yaa, karena yang dibaca, ditonton, dilihat atau didengar penulis melulu kisah-kisah serupa ... titik.
Sudah ada, dan banyak banget yang menyukai Sheila on 7, Ungu atau Peter Pan. Maka cobalah nikmati karya-karya Ribas atau Velocity. Terbiasa mendengar Guns N Roses atau Bon Jovi? Padahal lagu-lagu Snakepit dan Def Leppard tak kalah asyiknya. Duet Per Gessle bersama Helena Josefsson dalam album-album solonya buat saya ga kalah syahdu dengan duo Roxette-nya bersama Marie Frediksson.
Lupus-nya Hilman sungguh ikonik. Tapi ada Ipung-nya Prie GS yang tak kalah inspiratif. Kisah Wiro Sableng yang sarat konflik keluarga juga tak lebih hebat ternyata ketimbang roman sejarah Si Bungsu dalam Tikam Samurai-nya Makmur Hendrik. Begitu terasa hebatnya Sherlock Holmes atau Hercule Poirot misalnya, karena ternyata belum kenal si jenius Detektif Monk. Ohya, penggemar Jane Austin jangan pula gagal mengenal Georgette Heyer, si penulis multigenre. Sampai saat ini saya masih menganggap A Lady in Disguise adalah sebuah karya fiksi dengan alur dan plot terbaik yang pernah ada.
Tempat wisata jangan cuma tahunya Bali atau Lombok. Ke Payakumbuh jangan melulu ke Harau doank. Dalam kerimbunan hutan Bukit Barisan itu sangat banyak spot wisata alam yang masih sangat alami. Masih perawan. Ada puluhan goa dan air terjun yang masih belum terjamah tangan kotor dan ulah jahil para pengunjung.
Bergaul dan belajar dari guru dan lingkungan yang berbeda akan menghasilkan pengetahuan dan wawasan yang beragam pula. Selamat berkarya!